21

203 22 0
                                    

Memandangnya dengan lembut dan penuh cinta seperti ini membuatku merasa damai. Mencintainya dan menyayanginya dengan tenang menghilangkan semua kegelisahan hatiku selama ini. pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikiran dan hatiku terjawab sudah kini. Kusadari segala perhatianku padanya nyatanya bukanlah rasa kasihan atau simpati semata, melainkan cinta setulus hatiku untuknya.

Aku mengusap kepala perempuan didepanku ini dengan sayang kemudian mengusap kembali bibir manisnya ini dengan ibu jariku setelah tadi dengan cepat kami melepas pagutan bibir kami, setelah teringat kalau tak hanya kami berdua di rumah ini, tetapi juga ada Marisa—adik semata wayang Marsha.

Kulirik jam di tanganku. Waktu masih menunjukan jam delapan kurang malam ini. perutku sekarang sudah mulai lapar. Padahal tadi waktu Marsha menawariku makan aku sama sekali belum pengen, lagipula tadinya aku tak berencana untuk berlama-lama disini dan akan makan dirumah. Tapi sekarang aku malah betah dan rasanya tak ingin malam ini cepat berlalu.

"Sha, kedepan yuk." Ajakku dengan maksud mencari jajanan malam sekaligus ingin bicara sesuatu yang Marisa tidak boleh mendengarnya. Aku masih harus menyembunyikan apa yang terjadi antara aku dan kakaknya itu. Karena bagaimanapun Marisa masih remaja.

"Untuk apa?" tanyanya lembut.

"Cari makanan."

"Ibu lapar ya?"

"Hehe....iya. Tapi jangan panggil ibu dong kalau lagi diluar kantor kayak gini. Kita kan..."

"Kita apa?" Pertanyaan Marsha dengan senyum menggoda.

"Shaaa." Aku tak ingin meneruskan kata-kataku dan memperjelasnya.

"Haha....iya iya. Oh ya, kalau tante lapar makan disini aja ya, lauk nya masih ada kok. Aku siapin yaa?"

"Marshaa...kok tante sih?! Udah ah terserah kamu." Marsha hanya tertawa kecil. Puas banget kayaknya godain aku. aku beranjak dari dudukku.

"Ica..." Lanjutku memanggil Marisa sambil nyamperin dia yang lagi mencuci piring di dapur.

"Ca...kakak sama Kak Marsha keluar dulu ya. Kamu ditinggal sebentar gapapa kan?" Lanjutku tanpa meminta persetujuan Marsha.

"Oh iya kak gapapa kok. Silahkan."

"Jadi gak mau makan di rumah?" Tanya Marsha yang masih duduk di karpet.

"Gak. Yuuk." Ajakku sambil memberikan tanganku untuk dipegang Marsha saat berdiri dan menggandeng tangannya keluar.

"Emang mau makan apa sih?" Tanyanya saat kami sudah berada diluar dan berjalan menyusuri gang kecil ini.

"Apa aja yang enak... Dekat-dekat sini apa ada yang rekomended sayang?"

"Hmmm...di depan sana ada beberapa yang jualan. Tapi aku gak tahu kamu akan menyukainya apa nggak. Soalnya aku sendiri juga jarang jajan." Jawabnya dengan pelan dan agak gugup. Mungkin karena panggilan sayangku padanya. Marsha nampak sangat lucu dan menggemaskan dengan ekspresinya seperti sekarang ini. Dia tersipu malu dan kalau saja gang ini terang pastinya akan terlihat jelas pipinya yang memerah.

Didepan mini market depan gang ini memang ada beberapa yang jualan, dari jagung rebus sampai martabak tapi gak ada yang membuatku berselera dan tiba-tiba saja keinget dan jadi pengen banget makan ramen di tempat yang biasa aku datengin dan kebetulan tempatnya juga gak terlalu jauh dari sini. Aku mengajak Marsha ke sana dan setelah Marsha mengiyakan kami memasuki mobilku yang kuparkir depan rumah Bang Anto seperti biasanya dan menuju kesana.

"Yaang." Panggilku dengan lembut pada Marsha yang sedang fokus melihat jalanan.

"Mmm?" Jawabnya sambil melihatku dengan tatapan hangat dan lembutnya. Tatapan yang baru kusadari itu adalah tatapan yang selalu dia berikan padaku selama ini. Aku bahagia melihatnya.

The Butterfly's Secret {GXG}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang