[28]: Pulang bareng

7 1 0
                                    

*
*
*
*
✿❛~Happy Reading~❛✿

"Mas, apa tidak ada yang tertinggal?" Tanya Cila sambil berjalan.

"Tidak ada, sayang. Sudah semuanya" jawab Gibran yang berjalan disamping Cila sambil mendorong troli berisi koper.

Dari jam 5 waktu Indonesia, mereka sudah berangkat dari Swiss menuju Indonesia. Dan kini, mereka sudah sampai di bandara Indonesia sejak 15 menit yang lalu, setelah melakukan penerbangan selama 16 jam.

Singkat cerita. Sekarang mereka sudah berada di rumah. Kini, Cila baru saja selesai membersihkan dirinya dan juga sudah mengenakan piyama tidurnya.

Seharian berada didalam pesawat, membuat tubuhnya merasa pegal. Mungkin, karna ia sudah lama tidak naik pesawat.

Sambil menuruni tangga, ia berusaha untuk menggerakkan tubuhnya supaya rasa pegalnya sedikit berkurang. Ia berjalan menuju dapur, berniat untuk mengambil susu.

Setelah itu, ia berjalan lagi menuju sofa runga tengah. Ia duduk dan langsung menyalakan TV dengan segelas susu yang masih ia pegang.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 9 malam dan Gibran belum pulang juga.

Tunggu! Gibran belum pulang!

Ya, saat perjalanan pulang kerumah. Gibran mendapatkan telpon dari Abian, kalo ada meeting mendadak yang diadakan oleh rekan kerjanya. Mau tidak mau, setelah memastikan Cila masuk kerumah ia langsung pergi kekantor.

"Nyonya" ujar Sindi sambil berjalan menghampiri Cila.

"Iya, Sindi?"

"Nyonya belum tidur?" Tanya Sindi

"Belum. Aku tidak mengantuk" jawab Cila. "Duduklah sini, kita nonton TV" lanjutnya menyuruh Sindi untuk duduk disebelahnya, menemaninya.

"Tidak apa, nyon?" Sindi ragu.

"Tidak apa, Sin. Sini duduk"

Sindi dengan masih ragunya, perlahan mendaratkan bokongnya ke sofa, disebelah Cila.

"Kau sudah makan?" Tanya Cila pada Sindi.

"Su-sudah, nyon" jawab Sindi canggung.

Mendengar suara canggung Sindi, Cila lantas menoleh. "Kenapa suaramu terdengar canggung begitu, Sin?"

"Tidak apa-apa, nyon. Hanya saja... Saya tidak nyaman duduk disofa ini. Karna sebelumnya, saya memang tidak pernah duduk disini" ucap Sindi.

Cila tersenyum menanggapi. "Oke. Mulai sekarang, kau bukan hanya pembantu disini, kau juga adalah temanku"

Mendengar itu, Sindi sontak menoleh. "Kenapa nyonya ingin berteman dengan saya? Saya hanya–"

"Tidak peduli. Karna sebelumnya, aku sendiri sama sepertimu, Sindi. Gadis biasa yang bekerja disebuah kafe" ujar Cila yang sempat memotong ucapan Sindi.

Sindi terdiam. Jujur, dalam lubuk hatinya ia sangat senang karna sudah lama ia tidak memiliki teman, semenjak ia bekerja pada Gibran.

CINTA UNTUK CILA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang