Hari telah berganti. Wendy sedikit lega karena semalam Irene tertidur dengan sangat nyenyak. Menstrual pad adalah senjata utama bagi Wendy saat ini, untuk memberikan pertolongan pertama ketika Irene mengeluh perutnya sakit. Pria itu pun sudah meminta asisten rumah tangganya untuk membuatkan bubur sapi cincang. Sembari menunggu istrinya bangun, Wendy terus mengusapkan tangannya di punggung Irene.
"Kenapa ya usapan tangan kamu tuh bikin aku tenang banget." Ujar Irene dengan nada lemah dan suara serak karena baru terbangun.
"Kau suka? Aku bisa mengusapnya sepanjang hari untukmu, Hyun." Kini Wendy beranjak dan mencuri sebuah kecupan di pipi Irene.
"Suka. Aku suka semua hal yang kamu lakukan untukku, Seung Wan."
Wendy pun tersenyum, mendengar kalimat yang begitu menyenangkan baginya dan selalu berhasil menaikkan moodnya.
"Maaf aku membangunkanmu, kau harus sarapan sayang. Buburnya juga sudah siap."
"Ah..memang ini jam berapa?"
"Jam 7.38, udah lewat sedikit dari jam sarapan kita biasanya. Pasti perutmu laper itu, Hyun."
"Loh, kamu ga kerja?"
"Aku ambil cuti, mau jagain kamu seharian."
"Seung Wan-ah..sakitku ga serius kok sayang. Ini juga udah kerasa sehat lagi aku. Ayo ih kamu jangan berkorban lagi."
"Hyuun, aku ga berkorban loh. Kan wajar kalo aku cuti karena istriku sakit."
"Seung Wan, aku belum lupa ya. Kemarin kamu nyodorin ke aku jadwal minggu ini. Hari ini kamu ada pertemuan BoD dan BoC kan? Kalo kamu cuti, harus diundur dong? Itu kan rapat penting. Udah, please kamu ngantor aja ya, kasihan Sejeong harus jadwalin ulang. Aku bener-bener gapapa kok ini."
"Duh, Hyun. Susah banget mau ngerawat kamu aja. Yaudah aku telepon Sejeong dulu biar ga perlu batalin agendanya."
"Good boy." Irene memberikan senyum termanisnya kepada Wendy. Tak lupa ia sematkan bibirnya ke bibir prianya itu, sebuah imbalan karena sudah menurut.
Wendy pun beranjak dari kasurnya untuk bersiap. Hal yang sama dilakukan oleh Irene. Meskipun hari ini jadwal Irene hanya fitting baju di siang hari, dirinya memutuskan untuk tetap bangun agar bisa menyiapkan sarapan untuk Wendy.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah selesai melakukan rutinitas pagi. Wendy akhirnya berangkat lebih dulu menuju kantornya, meski waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Irene pun memutuskan untuk mengemasi pakaian dan barang-barangnya untuk persiapan keberangkatannya ke Shanghai esok hari.
"Seung Wan, kau tidak jadi menemani nuna?" Tanya Sejeong begitu Wendy sampai di kantornya.
"Dia memintaku berangkat. Aku lupa kalau dia sudah melihat jadwalku minggu ini. Sepertinya lain kali aku tidak perlu membagi informasi tentang jadwalku dengannya."
"Tapi apa keadaan nuna parah?"
"Dia bilang sih tidak parah. Tapi dia juga tak mau ku ajak periksa. Ah, aku bingung dengan nuna. Padahal aku kan ingin memastikan kalau dia benar-benar baik-baik saja sebelum berangkat ke Osaka. Dia juga harus perjalanan ke Shanghai esok."
"Atau kita titipkan ke Aeri saja, supaya dia yang memantau kondisi nuna?"
"Aku pun berpikiran begitu. Tapi entahlah, kemarin Senin saja saat pertama kali Aeri mendampingi nuna, aku dapat laporan kalau nuna meminta dia kembali ke kantor. Katanya, Aeri pasti lebih banyak bermanfaat jika di kantor membantuku. Apa semua wanita seperti itu, Sejeong? Kenapa aku merasa terus-terusan ditolak ketika ingin melindungi nuna?"
"Hmm. Kalau Eunbi sih suka ya aku perhatikan mati-matian seperti itu. Mungkin karena nuna lebih dewasa, jadi ia tak ingin merepotkanmu, Seung Wan."
"Padahal aku tulus."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Road Sequel: Marriage v.s. Business Life
FanfictionPernikahan Joo Hyun dan Seung Wan menjadi sebuah langkah baru bagi keduanya. Berbagai tantangan telah mereka lalui sebelum perjalanan pernikahan ini dimulai. Layaknya rumah tangga pada umumnya, Seung Wan dan Joo Hyun pun tak jarang berbeda pendapat...