Chapter 16 - Kosong

89 13 5
                                    

Pagi ini Irene masih terlihat begitu muram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini Irene masih terlihat begitu muram. Ibunya selalu menemukan dirinya terduduk memandangi ke arah luar dari jendela kamarnya. Merasa terdorong untuk menanyakan keadaan putrinya, Jessica pun akhirnya masuk ke kamar Irene. Dirinya segera melangkah mendekati putrinya itu dan duduk di sampingnya.

"Hyun, sudah tiga hari kau mengurung diri di kamar. Makan pun kau tidak nafsu. Ibu tau perasaanmu masih belum sepenuhnya sembuh. Tapi menjalani kehidupan dengan kesedihan yang terlalu berlarut-larut juga tak baik. Apalagi kau tidak besama dengan Seung Wan."

Irene masih tidak merubah pandangannya. Ia begitu menikmati daun di pepohonan yang bergerak lembut karena hembusan angin. 

Kemarin malam Irene baru bisa menceritakan semua peristiwa yang ia alami, setelah seharian hanya terbungkam dan berdiam diri di kamarnya. Jessica yang baru mendengar hal itu semalam, juga tak sanggup menahan air matanya. Kesedihannya terasa dua kali lipat lebih banyak, karena dirinya harus bersedih karena putrinya mengalami kehilangan, dan juga kehilangan yang ia rasakan sebagai seorang calon nenek.

"Hyun, kalau kau tetap diam, ibu justru akan menasihatimu loh."

Irene tetap membungkam mulutnya. Kini dia beralih pandang untuk memandangi wajah Ibunya.

"Oke, kau memilih untuk mendengarkan nasihat ibu rupanya. Tolong dengar baik-baik dan jangan dipotong ya."

Irene pun menganggukkan kepalanya dengan lesu.

"Ibu sangat bisa membayangkan bagaimana perasaanmu, sebagai seorang perempuan, seorang istri, bahkan sebagai calon ibu. Sakit, pasti kau sangat kesakitan harus kehilangan anakmu. Tapi Joo Hyun, ada yang lebih menyakitkan jika kau berusaha memahami dirimu lagi. Ketidakbersamaanmu dengan Seung Wan, lambat laun pasti akan berpengaruh bagi kondisi kejiwaan kalian. Selama tiga hari Ibu perhatikan pola hidupmu, yang intinya semua tiba-tiba kacau. Kau susah makan, kau sangat jarang bersosialisasi bahkan dengan keluargamu, dan yang ku lihat hanya raut wajahmu yang lesu dan tidak ada gairah hidup sama sekali. Bayangkan apa yang terjadi pada Seung Wan? Kau yakin pria itu bisa baik-baik saja tanpamu? Apa kau tidak ingat bagaimana dirinya selalu terlihat dirundung rasa khawatir jika berjauhan denganmu. Ah, bahkan dia rela menyusulmu ke mana saja jika kau sampai marah padanya."

Irene masih terdiam. Tatapannya kini menurun ke arah kedua kakinya yang menggantung. Ia bahkan sudah tidak sanggup menatap kedua mata ibunya itu karena matanya sudah mulai memanas.

"Ibu mencoba menerka perasaan Seung Wan, Hyun. Pria itu pasti sama terlukanya denganmu. Perasaan kalian mungkin juga tidak berbeda jauh. Lihatlah, Seung Wan yang biasanya bersikeras mengikuti kemana kau pergi sudah dengan sukarela menekan egonya, membiarkanmu untuk menetap di rumah ibu dan ayah. Selama tiga hari ini ibu terus terpikirkan oleh keadaan Seung Wan. Apa pria itu baik-baik saja? Apa dia makan dengan baik? Apa dia merasa kesepian?"

Kalimat terakhir dari Jessica membuat Irene sedikit tersadar. Kini dirinya memandang lekat ke arah kedua mata ibunya.

"Seung Wan tak akan kesepian, bu. Dia punya Seulgi dan Sejeong. Dia juga selalu punya energi yang cerah. Dia pasti bisa menangani kesendiriannya dengan mudah."

The Road Sequel: Marriage v.s. Business LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang