05 | Swan Lake

804 66 9
                                    

Pagi hari menyambut Hallstatt dengan romantis. Sama romantisnya dengan Nathan yang pagi-pagi sudah membuatkannya teh chamomile serta dua tumpuk roti selai Nutella. Cowok itu mengajaknya untuk menikmati sarapan simpel tersebut di halaman samping rumah yang tersedia meja dan kursi.

How’s your sleep?” tanya cowok itu. Dia menggigit rotinya seraya menatap Nirmala yang tengah menyesap tehnya seraya menghayati suara alam di pagi hari. Entah suara burung, suara sayup-sayup aliran sungai yang terdengar hingga ke mari atau hanya suara angin yang berhembus menerpa tebing raksasa di samping kawasan tempat mereka berada.

Good. I sleep and rest well. Can’t wait to see the center of village!”

Nathan terkekeh seraya mengangguk. “Alright. We start at 9 am. Cool?”

So cool.”

Drrt drrt drrt!

Ponselnya bergetar. Nirmala mengeceknya yang ternyata ada panggilan video dari Amel. Nirmala mengernyit, di Indonesia bagian barat sekarang masih pukul 2 pagi. Ngapain temennya itu menelponnya?

“Buseeeet yang liburan gak ada kabarnya. Hati-hati balik ke Jakarta berbadan dua.”

Nirmala berdecak. “Bacot. Ngapain lu nelpon gue? Di sana masih jam 2 pagi anjrit! Lu gak tidur?” tanyanya.

“Yah, biasa lah. Gue abis ribut sama Chandra.”

“Putus?”

“Menurut lu?” Amel malah balik bertanya.

“...”

“Entar aja bahasnya, kalo lu udah balik,” ucap Amel. Dia pun mengalihkan pembicaraan. “Lagi di mana lu? Sama cowok lu?”

Sebagai jawaban, dia menggeser posisi ponsel agar menyorot ke arah Nathan yang sedang mengunyah rotinya seraya memainkan ponselnya.

“Instagram lu berdebu tuh! Lu Kagak update seharian ini,” ucap Amel.

“Entar aja lah! Gue kapok perkara salah akun. Mana jadi rame banget lagi!” balas Nirmala.

Amel tertawa. “Udah saatnya go public, gak sih?” godanya.

“Tch, kalo kata Nathan just let it flow aja!” ucap Nirmala. Mendengar namanya disebut, Nathan menoleh sekilas. “Show them without telling,” lanjut Nirmala.

“Owh, oke yoman.” Amel memberikan jempolnya. “Oh iya, oleh-oleh cok! Jangan lupa! Wafer yang kemaren gue kasih tau! Itu terkenal di sono!” Wafer yang dimaksud Amel itu namanya Manner. Kemaren Nirmala sudah mencobanya dan rasanya emang enak.

“Enak tau, Mel! Gue mau borong, entar!”

“Nitip, wak!”

Nirmala tertawa. “Iye ntar gue bawain!” katanya.

* * *

Agenda mereka hari ini adalah mengunjungi pusat desa Hallstatt. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari penginapan air bnb. Karena suasana masih pagi dan sejuk, mereka berjalan dengan santai sesekali mengambil foto dan video selama perjalanan.

Di pusat desa, rupanya cukup ramai oleh pengunjung. Banyak deretan toko roti, minimarket, toko souvernir hingga kafe-kafe kecil yang memiliki bangunan begitu otentik. Setelah puas mengelilingi desa baik dari kawasan bawah tepi danau hingga atas sisi tebing, mereka akhirnya duduk di pinggir dermaga kapal penyebrangan yang terdapat taman kecil yang langsung mengarah pada danau Hallstattet.

Nirmala menyendoki es krimnya dan merasakan rasa dingin serta strawberry di indra pengecapnya. Matanya sibuk menatap perahu-perahu kecil yang bergerak di tengah-tengah danau. Sesekali atensinya beralih pada angsa yang berenang mendekat ke arah tepian. Merasa itu momen yang bagus, segera dia mengambil ponselnya dan memotret dua angsa yang berenang berdampingan ke arahnya. Hingga kemudian cewek itu menyadari ada ada sesuatu yang berbeda dengan salah satu angsa tersebut.

JellyfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang