17 | Random Talk

390 48 11
                                    

April, 2025.

Langit dan laut.
Dan hal-hal yang tak kita bicarakan.
Biar jadi rahasia.
Menyublim ke udara.
Hirup dan sesalkan jiwa.

Nathan memejamkan matanya sejenak setelah menekan tombol lantai tujuannya di lift. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku, earphone yang menyumpal kedua lubang telinganya masih terus memutar lantunan lagu yang begitu melow. Memang bukan jenis lagu yang biasa dia dengarkan, namun lagu itu penuh makna. Mengingatkannya dengan seseorang yang selalu menghantui pikirannya setiap detik, tanpa mau membiarkan Nathan istirahat untuk sekedar bernapas. Walaupun lagu itu membawa rasa sakit, tapi percayalah, itu sudah bagaikan candu untuknya.

Dia tidak masalah jika harus menderita asalkan sosok itu tidak hilang dalam dirinya.

Seorang gadis berambut hitam pekat dengan iris cokelat gelap yang teduh bagaikan hujan di sore hari, kulit indah yang kerap memantulkan semburat kekuningan di bawah sinar matahari. Serta suara yang begitu lembut, berbicara dengan logat Asia-nya yang begitu kental membuat Nathan betah untuk mendengarnya merepet banyak hal random hingga hal yang paling krusial.

Dia merindukannya.

Sialnya, merindukannya sama seperti merindukan langit, yang terkadang terlihat begitu cerah, namun tiba-tiba bisa membawa hujan yang sangat kelabu.

Dia masih mengharapkannya.

Sialnya, mengharapnya sama seperti mengharapkan air laut untuk surut, yang kemudian mendatangkan malapetaka yang mematikan.

Harus bagaimana lagi dia menjelaskan perasaan ini padanya? Waktu bersamanya memang sangat singkat. Kelewat singkat dibandingkan umur jagung. Tapi sepertinya, dampaknya begitu kejam untuknya. Ini sudah lebih dari setahun. Nathan masih mencintainya.

Nirmala Lazuli.

Tolong katakan padanya, jika dia tidak menderita sendiri. Tolong katakan padanya jika perasaan ini tidak bertepuk sebelah tangan. Karena Nathan yakin, dia tidak jatuh seorang diri.

Ting!

Matanya terbuka tepat saat suara dentingan lift terdengar. Cowok itu segera bergegas keluar dari ruang sempit tersebut dan berjalan menyusuri lorong menuju unit apartemennya. Matanya tak sengaja menangkap seseorang yang tengah berjalan dari arah berlawanan. Sepertinya hendak menuju lift. Awalnya Nathan tidak terlalu memperhatikan, dia sibuk mendengarkan musik yang sebentar lagi akan selesai. Namun saat jaraknya dengan orang tersebut semakin terkikis, dalam sepersekian detik atensi Nathan sukses beralih padanya.

Orang itu ternyata perempuan. Mengenakan celana flare jeans biru dengan atasan kaus hitam yang melekat begitu sempurna di lekuk tubuhnya. Nathan dibuat kehilangan fokus saat sadar jika gaya berpakaiannya benar-benar mengingatkannya dengan seseorang. Belum lagi warna dan potongan rambutnya yang persis seperti miliknya yang Nathan lihat terakhir kali mereka bertemu di London.

Saat mereka benar-benar berpapasan, Nathan bisa melihat dengan jelas wajahnya. Tipikal wanita khas asia tenggara dengan kulit kuning langsat yang terlihat indah. Awalnya Nathan hanya melihatnya dengan ujung matanya saja dan terus melanjutkan langkahnya. Namun tepat dua langkah dia melewatinya, semerbak aroma melati bercampur vanila mendobrak indra penciumannya.

Nirmala.

Bagaikan orang kerasukan, Nathan memutar tubuhnya begitu cepat dan menahan tangan cewek itu hingga tatapan mereka saling bertabrakan.

“Nirmala?”

Bodoh. Dia bukan Nirmala, Nathan!

Pardon me?”

JellyfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang