40 | Never Ending

199 45 12
                                    

Kalau biasanya simbol cinta itu sepasang merpati. Mungkin kali ini ubur-ubur adalah simbol dari ketulusan cinta.
Begitu polos berenang yang menandakan bahwa terkadang cinta itu buta tanpa membedakan gelapnya kedalaman lautan dan indahnya bibir pantai.

Jika orang-orang banyak yang bilang kalau keputusan Nirmala terlalu beresiko, maka Nirmala akui itu memang benar. Meninggalkan karirnya, ikut suami keliling Eropa, dan menjadi ibu rumah tangga dengan 3 orang anak yang luar biasa itu benar-benar tidak ada di pikiran Nirmala sebelumnya.

Semakin dewasa, Nirmala paham jika laki-laki brengsek itu nyata adanya. Tidak semua laki-laki bisa seperti Papanya. Tidak semua laki-laki bisa bertanggung jawab seperti Papa. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba memberikannya jus guava dengan dalih sogokan untuk menjadi tour guide keliling kota Bogor. Pria aneh yang menyatakan perasaannya di saat dirinya patah hati dan terdapat begitu banyak perbedaan di antara mereka.

Pria aneh itu juga yang tiba-tiba datang setelah bertahun-tahun berpisah dan mengajaknya untuk hidup bersama. Jika Nirmala mengingatnya lagi, itu adalah masa muda yang tidak akan pernah dia lupakan.

Ini sudah berlalu nyaris 20 tahun lamanya. Nirmala bukan lagi seorang gadis cantik yang menginspirasi banyak orang, dia hanya seorang Ibu dari tiga anak yang usianya sebentar lagi menyentuh setengah abad. Suaminya pun setelah puas bermain di klub bola liga Eropa hingga usia menyentuh angka 42, akhirnya pria itu memutuskan untuk bermain di liga lokal. Kebetulan dia mendapatkan tawaran untuk bermain di klub Persija. Tidak terlalu jauh jika harus bulak-balik dari rumah mereka yang ada di Baranang Siang, Bogor.

Anak-anak pun sudah pada besar. Nolan, si sulung mengambil kuliah di Queensland, Australia. Sejak kecil, anak itu sudah tertarik dengan hal-hal yang berbau laut dan sekitarnya. Bahkan saat usianya yang ke-15, dia pernah nekat ambil part time job sebagai pekerja relawan konservasi terumbu karang di Bali selama liburan musim panas, dan itu berlangsung lebih dari 3 bulan. Kalau kata Opa-nya, Nolan itu penerus Nirmala.

Anak tengah mereka bernama Neilan. Nirmala terkadang suka ketukar kalau ingin memanggil Nolan dan Neilan, sebab nama mereka terdengar mirip. Salahkan Nathan yang tidak bisa kreatif sedikit dalam memberikan nama. Si anak tengah ini sedikit pemberontak, paling susah ditebak, dan paling beda dengan anak-anaknya yang lain. Di usianya yang ke-7 tahun dia sudah mantap ingin menjadi pesepak bola, dan meminta ayahnya memasukkannya ke akademi, dan memulai karirnya dengan serius di usia 14 tahun. Terlebih saat Nathan mendapatkan email dari pihak PSSI berupa tawaran untuk Neilan bergabung memperkuat Timnas U-17. Mengingat anak mereka adalah WNI. Ramai sekali beritanya saat itu, bahkan sampai membuat nama Nirmala kembali muncul setelah bertahun-tahun menghilang dari media.

Lalu, anak bungsu mereka bernama Niskala. Satu-satunya anak perempuan di keluarga, sedikit manja namun terkadang bisa mandiri jika dibutuhkan. Di antara kakaknya, hanya dia yang sekolah di sekolah lokal. Bukan di sekolah berbasis internasional seperti kedua kakanya yang pernah merasakan tinggal di luar negeri. Jadi, kalau bisa dibilang, Niskala ini anak yang tidak kebagian jatah saat masa kejayaan orang tua.

“Dengerin! Mama sama Papa mau kondangan ke rumah Uwa Sukabumi, kalian di rumah aja, jangan ke mana-mana—Di mana Abang?”

Pagi itu sekitar pukul 9, seisi rumah cukup berisik. Neilan duduk di meja makan sembari menyantap sepiring nasi goreng dengan wajah bantal. Sedangkan Niskala duduk di sofa seraya mengelus kucing Persia peliharaan keluarga yang dilepas begitu saja di sekitar rumah. Entah di mana anak pertamanya itu, batang hidungnya belum terlihat sejak tadi.

“Gak tau,” balas Niskala.

Nirmala memicingkan matanya galak. Jangan bilang sejak pagi anak itu udah ngabrit tanpa kabar. Mentang-mentang lagi liburan semester bisa seenaknya saja bertingkah.

JellyfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang