20 | Sange

398 51 11
                                    

Note:

Jadi gini, latar waktu cerita ini adalah 3 tahun setelah mereka putus di rooftop hotel malam itu. Masih inget kan? Artinya, mereka balikan dan tunangan di tahun 2027. Rencana menikah tahun depan, yaitu tahun 2028. Clear?

Nah, kalau ada keterangan waktu dengan font tebal kayak yang di bawah ini contohnya. Itu artinya apa kawan? Yes, flashback khususnya dari POV Nathan.

*

Mei, 2025

Bukan main. Kepalanya sangat pusing saat dia berhasil terbangun dan mendapati dirinya berada di atas ranjang yang sangat tidak familiar baginya. Bukan. Ini jelas bukan kamarnya. Sejak kapan seprainya berubah menjadi warna abu-abu? Bahkan setahunya dia tidak pernah memasang lukisan pohon ek di kamarnya.

Sial. Di mana aku sekarang?

Disingkapnya selimut yang menutupi setengah tubuhnya, lalu memaksakan dirinya untuk bangkit dan kembali merasakan rasa pengar yang semakin menusuk-nusuk kepalanya. Perlahan namun pasti, dia berdiri, berjalan sempoyongan keluar dari kamar tersebut dan mendapati seorang laki-laki tengah berada di dapur sedang berbicara pada ponselnya.

Bodoh.

Nathan memang benar-benar bodoh. Seharusnya dia tidak mabuk dan berakhir di tempat orang asing ini. Ah, sial. Dilihat-lihat lagi ini memang bukan unit apartemennya. Sebenarnya apa sih, yang terjadi semalam? Dia tidak terlalu ingat.

“Sudah sadar rupanya.” Laki-laki itu berbicara setelah menutup sambungan teleponnya.

Cowok bermata hazel itu mengernyit, dia seperti pernah bertemu dengannya sebelumnya. Tapi di mana?

“Aku Ahmed. Tetanggamu. Kau ingat?” ucapnya, seperti paham dengan raut wajah Nathan yang kebingungan.

Ah, tetangganya. Tapi ... Kenapa dia bisa ada di sini. Apa yang sebenarnya terjadi?

“Duduklah. Kau semalam kutemukan sedang menangis seraya berbaring di tengah-tengah lorong.” Ahmed menawarkan Nathan untuk duduk di kursi meja makan. Ada semangkuk bubur di sana serta segelas air hangat.

Awalnya Nathan ingin segera pergi dan menolak tawarannya barusan. Namun entah kenapa, mendengar penjelasannya barusan membuatnya mengurungkan niatnya, alih-alih justru malah penasaran hal gila apa saja yang telah dia lupakan semalam. Nathan yakin banget, feeling-nya mengatakan jika semalam terjadi sesuatu yang memalukan. Tapi dia tidak tahu apakah terjadi saat di acara pesta atau saat di apartemen. Alhasil, kakinya seperti tertarik mendekat ke arah Ahmed dan berakhir duduk di sana. Berhadap-hadapan dengan cowok itu.

“Menangis ... Dan berbaring? Apa maksudmu?” tanyanya. Jujur, Nathan sedikit panik. Semoga saja dia tidak melakukan hal gila selain itu.

Ahmed mengendikkan bahunya. Dia mendorong mangkuk di meja tersebut padanya. “Entahlah. Yang jelas saat itu aku baru saja pulang kerja dan ingin ke unitku, namun aku justru menemukanmu sudah seperti itu di sana—ini makanlah, setidaknya bisa mengurangi rasa pengar.”

Nathan menghela napas berat. Aura Ahmed entah kenapa terasa begitu positif, padahal mereka baru saja bertemu dan berbicara. Namun dia yakin, bubur dan air di meja ini tidaklah beracun. Kemudian tanpa mengatakan apa-apa, cowok itu meraih segelas air hangat tersebut dan meneguknya sejenak. Rasa pengar di kepalanya perlahan sedikit menyusut.

“Sebenarnya aku sudah mencoba membantumu untuk membuka pintu unitmu. Tapi rupanya kau mabuk berat kemarin. Yang kau lakukan hanya menangis seraya mengucapkan kalimat yang tidak aku mengerti.”

“Kalimat apa?” tanya Nathan.

“Entahlah. Kalau tidak salah kau mengatakan Nirmala berkali-kali.”

JellyfishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang