Oh gini ya rasanya cemburu, tapi lu gak bisa ngelakuin apa-apa?
Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Nirmala cemburu atau merasa risih dengan pekerjaan Nathan yang mengharuskan dirinya dikelilingi oleh cewek-cewek cantik. Entah itu dari tim medis di klub bolanya, wartawan atau artis-artis terkenal yang sering mewawancarainya, hingga para fans yang didominasi oleh kaum hawa.
Biasanya cemburu Nirmala hanya akan bertahan selama beberapa jam, setelah itu dia kembali normal lagi. Bukannya dia mengklaim dirinya berbeda dengan cewek-cewek pada umumnya, masalahnya memikirkan hal-hal yang tidak berguna seperti itu justru malah membuatnya tambah pusing. Dibandingkan memikirkan siapa cewek yang gelendotan sama tunangannya, lebih baik Nirmala memikirkan bagaimana urusannya di Lampung cepat kelar. Setiap hari dia tidak bisa tidur karena menerima banyak laporan kurang baik soal project pembangunan konservasi di sana yang dilanda masalah. Padahal sebentar lagi mau lebaran, tidak mungkin Nirmala malam ini flight ke Lampung untuk menenangkan para kuli kontraktor dan juga memarahi para kaki tangannya yang tidak becus dalam bekerja.
Masalahnya, kalau laporan ini sampai terdengar ke telinga Pak Syarif—salah satu petinggi di BRGM—dia dan Pak Rusli bisa habis dirujak olehnya.
“Wat is er mis?” (What’s wrong?) Pertanyaan Nathan berhasil membuat Nirmala tersadar dari lamunannya. Cewek itu mendongak mendapati cowok itu sedang mengaduk kopinya. Terdapat sedikit asap yang mengepul dari atas cangkir, menandakan jika kopi itu baru saja diseduh.
Nirmala tersenyum kecut. “Work business. It’s getting complicated.”
Nathan akhirnya ikut duduk di meja makan dan menatap cewek itu lekat-lekat. “What is it? You can tell me.”
“Lebaran is the day after tomorrow, Yang. But the workers in Lampung ... They all protest about their salary.” Nirmala menjelaskan tentang dana yang diberikan tidak sesuai dengan kenyataan. Bukannya Nirmala suudzon atau gimana, dia mengira pasti ada oknum yang tidak bertanggung jawab dan menilepkan uang tersebut.
“So what are you gonna do?” tanya Nathan.
Ditanya seperti itu, Nirmala jadi melow. Pasalnya tadi sore beberapa jam sebelum buka puasa, dia ditelepon oleh perwakilan para pekerja. Dia nyaris menangis karena dibentak-bentak perkara upah yang belum kunjung mereka terima sejak bulan Desember. Kalau tidak di-back-up oleh Pak Rusli, dia beneran bakal kena mental di tempat. Apalagi sama orang-orang Sumatera yang logat bicaranya beletuk-beletuk.
“Nggak tahu, Yang. Pusing ...” jawab Nirmala. Cewek itu menghela napas lelah dan memijat kepalanya yang sudah pusing sejak siang tadi.
Nathan tidak tahu langkah apa yang cocok untuk dilakukan dalam masalah ini. Tapi melihat ekspresi dan suasana hati Nirmala, pasti ini masalah yang begitu berat untuknya. “So you have to go to Lampung?” tanyanya.
Nirmala menatap cowok itu dengan sendu. “Yeah, maybe ... I mean yes I should,” jawab Nirmala setengah-setengah. Rasanya berat sekali harus ngurus masalah ini dan datang langsung ke lokasi sedangkan lusa ada acara besar yang tidak kalah penting.
“Okey, I’ll accompany you,” ucap Nathan. Nirmala mengernyit. Dia ingin langsung bertanya namun batal kala jawabannya sudah dia dapat dari tatapan Nathan yang menatapnya begitu dalam. “I want to accompany you, Liefje. Don’t get me wrong.”
Cewek itu tersenyum dan mengangguk. “Iya, I get it. Yaudah, siap-siap sana!”
Kening Nathan mengernyit. “Wait—what? Sekarang?”
“Kalau nggak sekarang, terus kapan Sayang? Keburu lebaran di airport kita!”
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Jellyfish
Fanfic"I take that back again. I don't want to sting you. It abuse. I just wanna stay away from you. Its a good choice." Said someone who act like don't give a fuck but actually feels heart break so bad. Note: Sequel dari Wonderwall. *Be original. Don't c...