Ternyata Nathan salah.
Itu hanya sebongkah kayu lapuk dan karung goni yang tersangkut di sisinya. Tidak ada tanda-tanda tubuh manusia di sana. Lagi-lagi Nathan dan Papabuy harus menelan kenyataan yang sangat pahit ini. Mereka terpaksa kembali ke dermaga sebab hujan turun disertai guntur.
Di dermaga mereka disambut oleh Mamaya, adik-adik Nirmala dan Amel yang menunggu di bawah payung dengan cemas. Mata mereka semua sembab, terutama Mamaya. Saat melihat kehadiran Nathan dan Papabuy tanpa ada kehadiran Nirmala membuat wanita itu menangis histeris. Butuh waktu satu jam bagi Mamaya untuk berhenti menangis, meski ujung-ujungnya dia jatuh pingsan. Mereka akhirnya memutuskan untuk menginap di salah satu homestay terdekat.
Malam itu pun mereka beribadah bersama dan berdoa untuk keselamatan Nirmala. Hal tersebut setidaknya berhasil membuat semua jadi lebih tenang. Namun tetap saja, Nathan belum bisa berada di tahap ikhlas. Dia yakin Nirmala masih hidup dan terombang-ambing di tengah laut yang sedang diamuk oleh badai. Dia yakin Nirmala akan ditemukan dalam keadaan bernapas. Dia yakin Nirmala akan kembali. Dia yakin itu.
“Kak Nathan duduk di situ emangnya nggak digigit nyamuk?”
Lamunan Nathan buyar saat dirinya mendengar suara Devi dari arah pintu belakang rumah. Anak itu mendekat dan memberikan lotion anti nyamuk padanya.
“Makasih ya,” ucap Nathan menerima pemberiannya lalu mengoleskannya ke tangan dan kakinya.
“Kak Nathan kok gak ikut Papa beli makan?”
Nathan tersenyum sembari menggeleng pelan. Sebenarnya, walau suasana di keluarga ini sedikit lebih tenang, namun cowok itu yakin di dalamnya mereka sedang berperang batin. Papabuy, Mamaya, Sania, bahkan Nathan sendiri sibuk dengan pikirannya masing-masing untuk memproses kejadian yang terjadi mendadak ini. Hanya Devi yang masih bisa sedikit ceria karena mungkin dia yang paling kecil di antara yang lain.
“Nggak. Aku tunggu di sini saja,” jawab Nathan. Cowok itu menggeser tubuhnya dan mengajak Devi untuk duduk di sebelahnya. “Papa beli makan apa?” tanyanya, mencoba untuk membuka pembicaraan. Di antara adik-adiknya Nirmala, Devi yang paling lengket dengan Nathan.
“Nggak tahu. Pecel ayam kali.”
Cowok itu menganggukkan kepalanya. Tiba-tiba saja suasana jadi canggung. Padahal biasanya Nathan suka iseng jahilin bocah tersebut. Tapi khusus malam ini kondisinya sedikit agak berbeda.
“Kak Nathan.”
“Hm?”
“Kak Nathan pernah tenggelam?” tanya Devi polos.
Nathan terdiam sejenak. Jika tenggelam di kolam berenang mungkin pernah. Namun tenggelam di laut dan badai, jelas tidak. Tiba-tiba pikirannya kembali mengingat Nirmala. “Pernah. Waktu aku kecil di swimming pool.”
Devi mengerucutkan bibirnya. Entah kenapa ada rasa sedih di wajahnya. “Kak Nirmala pasti baik-baik aja kan, Kak?”
“...”
“Soalnya temen aku ada yang meninggal gara-gara tenggelam di sungai.”
Ya Tuhan ... Kekhawatiran-nya kembali muncul. Lama-lama jika Nathan mendengar kata meninggal, hanyut dan tenggelam respon tubuhnya tiba-tiba akan berubah. Itu benar-benar tidak nyaman. “Nirmala pinter berenang, Devi. She must be fine. Dia baik-baik saja.”
Devi menundukkan kepala, lalu mengangkat kakinya untuk memeluk lututnya. “I hope so,” gumam bocah itu dengan pelan.
Nathan menghela napasnya sejenak. Dia mengelus kepala Devi, memberikannya semangat jika kakaknya pasti akan baik-baik saja. Sejenak suasana begitu hening. Hanya terdengar suara jangkrik atau kendaraan yang lewat di depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jellyfish
Fiksi Penggemar"I take that back again. I don't want to sting you. It abuse. I just wanna stay away from you. Its a good choice." Said someone who act like don't give a fuck but actually feels heart break so bad. Note: Sequel dari Wonderwall. *Be original. Don't c...