16

22.7K 301 0
                                    


Aneska mengerutkan dahinya bingung, menatap Gavin. Pria itu membuka pintu ruang musik dengan kunci dari kantongnya. Melihat tatapan Gavin yang seolah mengisyaratkan dirinya untuk masuk, Aneska berjalan mengikuti isyarat itu.

Menatap ruang musik yang besar dan dilengkapi banyak alat-alat musik membuat Aneska tertarik.

Ia menatap satu persatu gitar yang dipajang, sejujurnya Aneska tidak dapat membedakannya suara yang akan dihasilkan oleh gitar-gitar tersebut.

Ia mengambil ponselnya dan menangkap gambar dari gitar-gitar itu. Boleh lah untuk di masukan pada instastory nya.

Aneska beralih, mendapati Gavin yang sudah duduk dan bersiap akan memainkan jarinya pada piano.

Aneska mendekat, penasaran dengan pria itu. ia berdiri tepat disebelah Gavin.

Ketampanan pria itu semakin bertambah berkali-kali lipat, saat memainkan piano dan menciptakan suara yang menenangkan. Aneska bahkan mengerakkan pelan kepalanya mengikuti iringan lagu tersebut.

Aneska bertepuk ria.

"Wahh keren, bagus banget tau" Ucap Aneska menepuk tangannya saat Gavin mengakhiri musiknya. 

Gavin terdiam sejenak lalu berbalik badan dan menatap Aneska. "Gila ya Lo, pintar pelajaran pintar juga di musik. Terbuat dari apa sih otak Lo?" Seru Aneska.

Ia berbicara sesuai fakta ya karena Gavin memang sangat pintar, tapi reaksi Aneska yang cukup berlebihan.

Ingat, tidak pernah ada yang memuji Gavin sebelumnya. Papanya? Ah papanya sibuk mencari kesalahannya. Teman? jangan lupa dia sama sekali tidak tertarik memiliki teman.

Gavin berdehem pelan, merasa cukup aneh dengan pujian tersebut.

"Ayo" ucap Gavin.

Ia berlalu tidak mempedulikannya Aneska. Aneska menatap dia bingung

"kemana?"

Gavin tidak menggubris, ia tetap berjalan menuju pintu keluar.

"Ih Gavin!"

Aneska mengejar Gavin, menahan tangan yang akan membuka gagang pintu.

"Lo ga mau ajarin gue main?"

Gavin menoleh, menaikan salah satu alisnya.

"Main alat musik Gavin, ayo" Bujuk Aneska, ia tertarik bermain gitar.

Gavin tidak menjawab Aneska, ia beralih menarik tangan perempuan itu keluar dari ruang musik. Gavin menutup pintu itu tanpa menguncinya kemudian kembali menarik Aneska pergi menjauh.

Aneska mengehentakan kuat tangan Gavin sehingga kedua tangan ah salah salah satu tangan yang menggenggam itu lepas.

Gavin berbalik, menatap Aneska dengan dahi berkerut.

"Gue gak mau main sama Lo lagi" kata Aneska dengan kesal.

"Lo jahat, gak pernah denger permintaan gue. selalu seenaknya padahal gue cuma minta ajarin juga. Pertemanan kita sampai disini aja" Aneska menggebu-gebu. Untung lah koridor sepi sehingga tidak ada yang tau jika Aneska sedang marah dengan Gavin.

Gavin kemudian menetralkan wajahnya, memasukan kedua tangannya kedalam saku celana. Menatap Aneska sebentar kemudian berlalu meninggalkan perempuan itu.

Aneska melotot tidak percaya?

See? dasar cowo aneh, nyebelin, sok cuek

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang