5

33K 521 0
                                    


Ini yang terakhir jika pria itu tidak mau maka Aneska tidak peduli.

"Gavin"

Gavin tidak memperdulikan Aneska, Ia sibuk menyusun bukunya.

"Budeg lu ya?" Aneska melipat tangannya merasa kesal dengan Gavin.

Tetap tidak peduli dengan perempuan yang mengajaknya berbicara, Gavin berdiri meninggalkan Aneska. Aneska melongo tidak percaya, ia kemudian berlari mengejar Gavin yang berjalan cepat.

"Anjirr lu" Aneska menarik tangan Gavin yang akhirnya berhenti dan menatap Aneska. Pria itu diam merasa risih dengan keadaan Aneska.

"Kita kerjakan tugas Bu Sitti sekarang" Ucap Aneska menatap pria yang tinggi nya satu jengkal dari kepalanya.

Gavin pergi meninggalkan Aneska. Aneska mengejar Gavin. Ia harus menyelesaikan tugasnya hari ini meskipun deadline-nya 5 hari lagi.

Gavin berjalan sangat cepat ditambah langkah pria itu yang panjang karena kakinya yang tinggi membuat Aneska harus berlari. Aneska mengejar pria itu sampai pada parkiran. Ia berusaha menghalangi Gavin yang akan membuka pintu mobilnya.

"Stop! Lu jahat banget sih" Aneska menatap kesal pria yang berdiri didepannya.

"Gue cuma mau kerjain tugas tapi lo susah banget di ajak kerjasamanya" Aneska berkacak pinggang.

"Oke gue maafin Lo bilang gue bego tapi lo harus kerjain tugas dari Bu Sitti" Ucap Aneska emosi, dirinya sudah tidak tahan dengan mahluk aneh ini.

Gavin menatap Aneska "Masuk" ucapnya kemudian menggeser badan Aneska dan masuk pada mobil sedan nya.

Aneska mengerjapkan matanya dan melongo, akhirnya.

Tin

"Iya sabar" Dengan perasaan dongkol tapi juga senang, Aneska masuk pada mobil Gavin.

Ia menatap Gavin yang sudah siap memundurkan mobilnya. Akhirnya pria ini membuka hatinya dan mau mengerjakan tugas bersama.

Aneka menoleh pada Gavin, cukup terkesima ketika pria itu membenarkan poninya sehingga lebih rapi. Aneska menggeleng pelan lalu memandang ke depan.

Mobil berjalan dengan tenang. Setelah perjalanan memakan setengah jam mereka sampai pada rumah Gavin yang bisa di katakan cukup besar.

Mereka berjalan masuk kedalam rumah itu. Aneska bergidik ngeri. Melihat rumah Gavin sangat besar tapi tidak ada siapapun didalam rumah ini.

Rumah yang didesain bergaya modern, banyak lukisan pajangan dan guci-guci besar.

Rumah Gavin bahkan lebih besar dari rumahnya yang dapat di katanya juga sangat besar.

Gavin membawa mereka pada ruang tamu. Mereka duduk pada karpet berbulu dengan meja lebar dan sofa yang ada di ruang tamu. Aneska kembali memperhatikan ruangan ini. Televisi yang besar, sofa yang lebar juga meja yang lebar.

Aneska merasa ruangan ini tidak hidup, meskipun sangat mewah ia tidak merasakan adanya kenyamanan di ruangan ini.

menggeleng pelan, Aneska tidak seharusnya menilai secepat itu. Ia memilih mengeluarkan buku fisikanya dan peralatan tulisnya. Meskipun tidak suka dengan pelajaran fisika tapi ia harus segera menyelesaikan tugas ini dan pergi menjauh dari Gavin.

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang