13

56.6K 363 1
                                    


Aneska memejamkan matanya kuat sambil memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Saat ini dirinya sedang berada di ranjang empuk dengan selimut yang menutupi hingga atas dadanya

"Awch" Aneska berusaha bangun tapi ternyata rasa sakit itu semakin menyerang nya.

teringat dirinya tadi bermain dengan Gavin dan tepat setelah mendapatkan pelepasan dirinya tidak dapat melihat apapun alias gelap.

Ah mungkin dirinya kecapean batin Aneska.

"Nih"

Aneska mengedipkan matanya berkali-kali. Melihat sosok yang berbicara.

Dirinya cukup lemah untuk bangun, melihat Gavin berdiri disamping ranjang dengan segelas air. "Tolong" Ucapnya dengan sangat pelan.

Bahkan suaranya sudah hilang akibat terus berteriak.

Gavin hanya memandang Aneska, Ia meletakkan Gelas tersebut diatas nakas dan berjalan berbalik. Entah lah tidak ada terpikirkan di otaknya untuk menolong.

"Hiks g-gavin"

Gavin menghentikan langkahnya saat akan membuka pintu kamar. Ia tidak langsung berbalik.

"hikss tolong gue" Ucap Aneska dengan isakan yang sangat pelan namun masih tertangkap oleh indra pendengaran Gavin. 

Mendengar isakan Aneska yang sedikit terdengar tersiksa akhirnya Gavin memutuskan untuk menolong.  menghela nafas kasar, Gavin berbalik dan berjalan menuju ranjang.

Ia melihat Aneska sedang menutup matanya tapi tetap menangis kecil. bersandar pada kepala ranjang, Gavin menyibakkan pelan selimut itu dan membantu Aneska duduk dengan dirinya sebagai sandaran perempuan itu.

Aneska sangat terkejut dengan kehadiran Gavin, ia pikir lelaki ini sudah keluar dari kamar.

Gavin mengambil gelas itu lalu memberikan pada Aneska. Aneska hanya memajukan sedikit kepalanya agar mencapai gelas itu, Gavin sangat tidak peka.

"dekatin lagi" Bisiknya pelan.

Gavin mendekatkan gelas itu dah Aneska meminum dengan pelan. Ia benar-benar sangat haus. Dirinya juga belum memakan apapun sedari pagi sehingga energi terkuras habis.

"Udah" Gavin menjauhkan gelas itu dan menaruh kembali di atas nakas.

Pria ini mendorong pelan bahu Aneska agar tidak bersandar padanya. Bukannya apa tapi dirinya tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Gavin cukup asing dengan hal-hal seperti ini.

"sebentar Gavin" Aneska tetap menyadarkan dirinya pada Gavin. dengan posisi menutup mata dan menyadarkan kepalanya tepat pada dada bidang pria itu.

"Gue lapar"

" pulang aja"

Mendengar ucapan pria itu cukup menyayat hatinya.

"Lo jahat banget sih hiks"

Gavin mengerutkan dahinya bingung, ia menunduk menatap Aneska yang kembali terisak. Kenapa lagi?

"cengeng banget sih Lo"

"g-gue laper"

"terus?"

"pesanin sesuai kek"

"lo pesan sendiri"

"Gue ga kuat!" Aneska dengan gemas memukul paha Gavin. Ia memukul sangat pelan karena tenaganya tidak ada.

"Lagian gue gini juga karena menuhin nafsu lo yang gak ada habisnya itu" Ucap Aneska.

Gavin mengangkat alisnya sebelah.

"kata lo juga gue cewe lo, masa lo gak mau pesanin gue makan. Batu banget hati Lo"

Mendengar ocehan Aneska membuat Gavin menghela nafasnya. Ia dengan segera mengambil ponselnya dan membuka aplikasi gofood.

"Pesan apa?"

"terserah"

Gavin kembali menaikkan alisnya. menggulir pelan makan yang beraneka ragam.

"Bubur ayam?"

Aneska menggeleng.

"Ayam goreng?"

Aneska menggeleng.

"Nasi goreng?"

kembali Aneska menggeleng, Gavin tidak sesabar itu.

"Lo mau apa?" tanya Gavin berusaha menaikkan kesabarannya.

"terserah"

menghela nafas pelan, lagi. Pria ini memejamkan matanya, ini pertama kali dirinya dihadapkan dengan situsi seperti ini dan mengapa lebih sulit daripada soal matematika?

"Gavin lapar" Aneska memejamkan matanya dan mengubah pelan posisinya dengan tetap bersandar tapi tangan kirinya memeluk pinggang pria itu.

"Lo mau apa?"

"Terserah"

"Aneska" Tekan Gavin pada katanya.

"Bubur ayam aja deh"

Itu adalah pilihan pertama yang ditawarkan oleh Gavin. Calm men namanya juga perempuan.

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang