26

12.4K 271 1
                                    

"Ca balik bareng?"

"Sorry Na, gue bareng Gavin"

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu dan Bu Sitti baru saja menutup pembelajaran mereka. Ibu guru yang satu itu memang suka sekali melebih kan jam pelajaran meskipun hanya lima menit.

Seluruh kelas termasuk Aneska sedang sibuk merapikan buku mereka, memasukan barang bawaan kedalam tas.

"Lo, punya hubungan sama Gavin?"

Aneska menutup kancing tasnya, menoleh ada Anna dengan dahi berkerut.

"Engga kita cuma teman meskipun Gavin selalu nolak kalau gue bilang kita teman"

Ia memasukkan ponselnya kedalam kantong roknya.

"tapi dia baik kok"

Anna mengerut dahinya, baik?

Kata baik itu hanya berlaku pada Aneska, hanya pada perempuan itu. Tidak ada kata baik pada Gavin. Pria  pemarah, arogan dan melakukan apapun sesuka hatinya.

huh! dasar anak orang kaya.

Anna yakin Gavin menyukai Aneska sehingga kata baik yang di ucapkan Aneska memandang benar adanya namun hanya berlaku pada perempuan itu.

Banyak perempuan satu angkatan mereka yang menyukai Gavin bahkan kakak kelas juga menyukai Gavin tapi hanya Aneska yang berada di dekat Gavin. Karena apa? karna pria itu mengizinkan Aneska didekatnya atau kata lain ia nyaman dengan Aneska.

Aneska sendiri tau rumornya banyak yang keluar dari sekolah. Tidak, tidak dikeluarkan namun mengundurkan diri dari sekolah. Tidak ada yang tau alasan pasti mengapa mereka keluar dari sekolah, namun yang pasti semua yang mengundurkan diri adalah mereka ya pernah mendekati Gavin atau berusaha caper pada pria itu.

"Dia suka sama Lo"

Aneska mengerjap berkali-kali, telinganya tidak salah dengar kan?

"Engga mungkin"

"ck! Dasar gak peka" Mengendong tasnya "Gue duluan ya, bye ca!"

Apa katanya? menyukai Aneska mana mungkin. Gavin pecinta buku pasti hanya akan memikirkan masa depannya dan tidak mungkin memikirkan cinta, apalagi dengan Aneska?

Aneska bukan sesuatu yang berharga atau memiliki kelebihan. Ia tidak memiliki wajah cantik, tinggi badannya bahkan tidak sampai 160, Ia tidak kaya dan tidak pintar. Lantas apa yang menjadi alasan Gavin menyukainya?

"Ayo"

Aneska tersadar dari lamunannya, Pria yang baru saja memenuhi pikirannya menarik dirinya.

Ya Gavin menarik dirinya, berjalan sambil menggenggam tangan Aneska. Mereka berjalan beriringan keluar dari kelas.

Gavin berjalan lebih pelan sehingga langkah kaki mereka sama.

Aneska menatap tangan mereka yang saling bertaut, ia tidak membalas genggaman itu. dirinya berjalan sambil memikirkan apakah benar Gavin menyukai dirinya?

"Kenapa"

"Eh?"

Gavin menghentikan langkahnya dan otomatis Aneska juga.

"g-ga papa haha ya gapapa"

Dirinya sedikit kaku dengan pertanyaan tiba-tiba Gavin. Menatap sekitar yang ternyata sudah berada di dekat parkiran mobil pria itu, secepat itu?

berarti dirinya melamun sangat lama?

Gavin memicingkan matanya, menatap curiga pada Aneska.

"Ada cowo yang dekatin Lo?"

Aneska langsung membelalak, menaikan tangannya dan menggoyang nya sebagai penolakan. Kepalanya ikut menggeleng "Engga"

"Terus?"

"G-"

drttt drttt

Gavin merogoh sakunya dan menatap ponsel ditangannya. dahinya berkerut membaca nama yang tertera pada ponselnya. Menjauh dari aneska dan mengangkat panggilan tersebut.

Aneska menghela nafasnya, untung saja. Ia bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia mengatakannya bahwa dirinya memikirkan ucapan Anna kan?

"Gavin?"

Gavin berjalan mendekat pada Aneska, air mukanya terlihat tidak bersahabat. Terasa sangat berbeda dengan sebelumnya, ada apa?

Setelah menjawab panggilan dari ponselnya, Aneska merasa ada yang berbeda.

Gavin tidak menjawab panggilan Aneska, ia menarik Aneska masuk pada jok depan kemudian beralih masuk kepada bangku kemudi.

Gavin memang sangat sulit ditebak. sifatnya yang tertutup dan irit bicara membuat Aneska terus saja menebak-nebak apa yang ada didalam pikiran.

Setiap kata yang keluar dari mulut Aneska adalah kata yang sudah di saring dirinya. Memilih kata yang bagus untuk tidak menyinggung perasaan Gavin sama sekali.

Ia tidak ingin membuat Gavin sedih atau sakit hati. Entah lah setiap melihat wajah marah Gavin, hatinya sakit.

Jalanan siang hari dipenuhi dengan sibuknya kendaraan, Aneska hanya diam sambil memandang kearah jalan. Dahinya mengernyit, persimpangan pada rumahnya sudah lewat.

Kemana Gavin akan membawa dirinya?

Jalan ini bukanlah jalan yang biasa mereka lalui, sangat asing di mata. Pohon-pohon liar mulai menghiasi sepanjang pinggir jalan. Mereka mulai memasuki jalan luas namun sepi dan semakin jauh dari kota.

Aneska akan bertanya pada Gavin namun melihat raut wajah Gavin membuat ia enggan untuk bertanya. Baiklah ia percaya Gavin tidak mungkin melakukan sesuatu yang buruk padanya.

Mungkin ada sesuatu yang penting di ujung jalan sana. Mungkin saja Gavin sedang ingin refreshing otak di daerah sepi dan penuh dengan tumbuh-tumbuhan.

Okay Aneska percaya.

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang