17

21.3K 321 4
                                    

Aneska sengaja menyenggol pensil Gavin sehingga pensil yang ada di tangan Gavin terjatuh.

"ups ga sengaja" ucapnya penuh jahil kemudian meninggalkan meja Gavin dan duduk pada bangkunya.

Gavin hanya diam, ia tidak berniat menggubris perbuatan Aneska. Pria itu menunduk dan mengambilnya pensilnya lalu kembali mengejar soal-soal dibuku tebalnya.

Liam yang sedari tadi memperhatikan kegiatan mereka sedikit mengerut, kenapa Aneska sepemberani itu?

Biasanya jika ada yang menyenggol secara tidak sengaja dan membuat pensil Gavin terjatuh, pria itu tidak peduli. bahkan jika si pelaku sudah meminta maaf dan mengembalikan pensil itu, Gavin tidak peduli. ia dengan sangat menjatuhkan pensil itu lagi, seakan-akan membuangnya.

Liam berada duduk di dekat Gavin tapi tidak satu meja dengan Gavin sehingga apapun yang terjadi dengan Gavin, Liam bisa langsung mengetahui apa yang terjadi pada pria itu.

Liam beralih pada Aneska, perempuan itu dengan anteng duduk sambil bersenandung kecil dengan airpods di telinganya.

Apa mungkin karena sekelompok dengan Aneska, sehingga Gavin jadi menimbulkan sedikit perbedaan?

tapi seperti tidak mungkin saja.

"Siang Anak-anak"

Baik Liam dan seluruh atensi kelas langsung beralih pada Bu Sitti.

"Siang Bu" ucap seluruh penghuni kelas.

"Tugas kelompok minggu lalu sudah selesai? duduk lah sesuai dengan kelompoknya masing-masing"

Aneska mengerucutkan bibirnya, masa sih harus dekat-dekat dengan si kulkas itu?

Ia masih kesal karena di tinggal begitu saja saat jam istirahat tadi.

Ya Aneska tetap kesal dengan Gavin.

Meski ogah-ogahan Aneska tetap berdiri dan membawa alat tulisnya, ia berjalan menuju bangku Gavin.

"huh, geser" Ucap Aneska. Gavin sudah duduk di pojokan tapi Aneska malah menyuruh dirinya geser. Memang Aneska hanya ingin Kesal saja sebenarnya.

"ini batas kita" Aneska membuat penggaris besinya menjadi batasan mereka di atas meja.

"Yang lewat bakalan kena cubit" Aneska menatap Gavin penuh permusuhan.

Gavin tidak peduli ia hanya melirik sekilas Aneska kemudian melanjutkan kegiatannya.

Aneska mengendus kesal menatap Gavin "heh! orang bicara itu didengerin" bisik Aneska. tapi Gavin tidak perduli.

"Ih Gavin!"

Gavin hanya berfokus pada Bu Siti yang menulis sesuatu di papan tulis, sepertinya itu lebih menarik ketimbang Aneska.

"Lo tuh"

"Shh" Gavin meringis sakit saat Aneska mencubit pinggangnya.

"Apa?!" tantang gadis itu dengan suara kecil tapi dengan mata melotot. Ia membalas tatapan Gavin yang menatap dirinya tajam.

"ingat ucapan Lo, kita gak teman" hanya itu yang keluar dari mulut Gavin lalu kembali menatap ke depan.

Aneska terbelalak tidak percaya "heh! pala lele! liat nih gigitan Lo"

Gavin melirik dari ekor matanya sedikit tertarik dengan ucapan Aneska. Gadis itu menarik sedikit kerah baju nya.

"Ini kalau gue gosok foundation nya bakalan ilang dan kelihatan bekas gigitan lo, gak teman tapi menggigit"

Gavin langsung menatap Aneska, ia menaikan salah satu Alisnya. Menatap pada leher Aneska yang memegang jika diperhatikan lebih jelas akan terlihat bahwa leher wanita itu sangat penuh dengan bedak.

Gavin berdehem pelan, entah mengapa telinganya panas.

"Gavin, Aneska, jangan membuat ulah!"

"Gavin dulu yang mulai Bu" Tuduh Aneska, ia sengaja melimpahkan seluruhnya pada pria itu agar Gavin yang terkenal marahan Bu Sitti.

Gavin menatap Bu Siti kembali

"Maaf bu" Ucapnya, ini adalah kali pertama Gavin berucap maaf pada gurunya dan itu karena Aneska.

bu Sitti mengerutkan dahinya, tidak seperti biasa bahwa Gavin akan tidak perduli namun kali ini pria itu malah meminta maaf. Tak ingin ambil pusing, Bu Sitti kembali melanjutkan tugasnya.

Gavin menoleh pada Aneska dengan tampang datar seperti biasanya. Aneska menjulurkan lidahnya puas.

"wleee" ejeknya dan terkikik pelan.

Gavin hanya memperhatikan perempuan itu tanpa niat membalasnya, tidak sadar bahwa sudut bibirnya berkedut.

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang