23

18.1K 366 19
                                    

"Udah"

Gavin membalikkan badannya, menelisik pakaiannya yang dikenakan oleh Aneska. Perempuan mungil itu tampak tenggelam di dalam hoodie dan celana trainingnya padahal jika dirinya yang memakai akan sangat pas.

"Kenapa Lo nyuruh gue ganti baju? Gue kan mau pulang"

"Disini aja"

Aneska melipat rapi seragam sekolahnya.

"Nanti bokap nyokap gue nyariin gue"

Gavin hanya berdiri menatap Aneska yang sibuk melipat seragamnya, kemudian perempuan itu beralih pada celana training Gavin yang dia kenakan. Memperbaiki sedikit tali celana itu agar tidak melorot.

"Mereka ke Aussie"

Aneska menghentikan pergerakannya dan menatap Gavin terkejut "Lo tau dari mana?"

Gavin menaikan bahunya lalu berbalik berjalan menuju walk-in closet berniat mengganti seragam sekolahnya.

Aneska tidak tinggal diam, ia mengejar Gavin meminta penjelasan. Berdiri didepan pintu walk-in closet, menghadang pria itu.

"Lo memata-matai gue ya?" tanya nya memicing.

Gavin mendorong dahi Aneska sekali menggunakan jarinya sehingga Aneska berjalan mundur karena terdorong.

"Ih Gavinnn"

Gavin tidak menjawab, ia membuka lemari pakaiannya dan memilih baju hitam juga celana yang serupa dengan Aneska.

Aneska menghentikan pergerakan Gavin, ia membingkai wajah pria itu serius.

Gavin terhenyak, ikut menatap mata fokus Aneska.

"Lo tau dari mana?"

Wajah serius Aneska malah terlihat lucu jika dilihat dari atas, ya karena perempuan itu mendongak untuk menatap Gavin.

"Bokap Lo ambil cuti di kantor bokap gue"

"WHAT??"

Perempuan itu membelalak terkejut, mulutnya bahkan menganga tidak percaya.

"T-tapi kata papa perusahaan mereka libur"

Aneska menurunkan tangannya perlahan, wajah terkejut bergantian dengan wajah murung. Ia tidak percaya papanya akan berbohong hanya untuk pergi ke Aussie bersama mamanya.

Gavin menatap Aneska yang berjalan menjauh dari pria itu, entah mengapa melihat reaksi Aneska malah menumbuhkan perasaan sakit didadanya. Ia tidak suka melihat Aneska tiba-tiba menjadi murung.

buru-buru Gavin menganti pakaian tanpa peduli jika Aneska bisa saja melihat tubuh telanjangnya.

Selesai berganti pakaian Gavin berjalan keluar, melihat Aneska yang berusaha menghidupkan ponselnya.

Ia mendekat pada Aneska, menarik ponsel perempuan itu dan memasukan kedalam laci nakasnya.

"lowbat" ucap Aneska lesu.

"Pakai hp gua aja"

"tapi-"

Gavin menarik Aneska kedalam pelukannya, ia tidak suka melihat mata Aneska yang memerah.

"Kakak Lo sakit itu sebabnya bokap Lo minta cuti"

Gavin mengelus pelan surai gadis itu, memeluk erat gadis yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya.

Ia meletakan kepalanya diatas pucuk kepala Aneska, Aneska tidak menangis hanya saja Gavin dapat merasakan rasa sesak Aneska.

Perempuan-nya yang memiliki segudang ekspresi menggemaskan berubah menjadi diam dengan tatapan sedihnya.

Gavin menghela nafasnya, mengapa dia akhir-akhir ini menjadi sensitif? mengapa juga ia berusaha menenangkan Aneska?

Padahal Gavin sendiri yang menolak Aneska sebegai temannya, dia tidak suka dengan lebel pertemanan yang dikatakan Aneska. Tapi ia sendiri tidak tau mereka disebut apa.

Seharusnya ia tidak perlu menjelaskan apapun mengenai keluarga Aneska hanya untuk menenangkan gadis-nya.

Seharusnya juga ia tidak perlu diam-diam menempatkan seseorang untuk memperhatikan setiap gerak-gerik Aneska.

Ya faktanya Gavin mengerjakan seseorang untuk memperhatikan Aneska.

Dirinya takut bila terjadi sesuatu pada Aneska.

GAVIN 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang