"LAUNA! LAUNA!" Mahen berseru lumayan kencang saat melihat Launa sedang berjalan di lorong dekat perumahannya.
Launa langsung menoleh ke arah Mahen dan tersenyum sambil melambaikan tangannya. "MAHEN!" teriaknya.
Launa langsung berlari menghampiri Mahen dan berdiri di hadapan laki-laki itu dengan napas terengah-engah.
Launa merentangkan tangannya. Mahen tersenyum tipis dan ikut merentangkan tangannya untuk menyambut Launa yang diduga ingin memeluknya.
Launa malah memukul tubuh Mahen berkali-kali, ia mencubit Mahen sekuat tenaganya.
"Aku capek banget jalan kaki cuman buat nyamperin kamu, kenapa nggak aktif sih di whatsapp?" tanyanya galak.
"Aduh, aduh, sakit tau, Lau." Mahen mengusap-usap lengannya.
"Paket internet aku udah habis, Lau. Nih baru mau beli ke depan sana," jawab Mahen.
Launa memutar bola mata malas. Ia benar-benar lelah berjalan selama lima belas menit untuk ke rumah Mahen. Dia pikir terjadi apa-apa dengan laki-laki yang berdiri sehat di hadapannya.
Sambil membenarkan rambutnya yang berantakan, Mahen bertanya sambil cengar-cengir. "Kamu beneran jalan kaki?"
Launa menghela napas panjang. "Naik kuda," jawabnya ketus.
Mahen tertawa kecil, lalu mengacak-acak pelan rambut Launa dan sedikit menunduk untuk menyamai tinggi mereka.
"Maaf, ya? Mau aku beliin nasgor?"
Launa menggeleng. "Udah makan tadi."
"Jadi mau apa?"
"Mau kamu," ucap Launa sambil tersenyum hingga matanya menyipit.
•••
Di meja dapur rumahnya, Mahen mengaduk teh buatannya sambil memandangi Launa yang sedang duduk dan fokus memandangnya juga.
Belakangan ini Launa sering menghabiskan waktu dengannya setelah pulang kerja. Mahen sangat senang, tapi dia juga bingung. Mahen jadi menerka-nerka apa yang dipikirkan oleh Launa, hingga sering meminta bertemu dengannya, padahal Mahen tau gadis itu sudah lelah bekerja dan belajar di sekolah.
Mahen cukup tau kalau Launa anaknya memang pantang menyerah dan selalu bekerja keras, kecuali soal matematika. Tapi Mahen khawatir tentang kesehatan gadis itu, ia takut kalau Launa jadi kenapa-kenapa jika terus-meneris seperti ini.
"Lau, kamu nggak dimarah jam segini ke luar rumah?" tanya Mahen sambil berjalan menghampiri Launa, lalu ia menyodorkan teh yang dibuatnya untuk Launa.
Launa menggelengkan kepala. Ia menyeduh teh itu dengan hati-hati karena masih terasa panas di lidah. "Nggak, aku udah bilang mau belajar ke rumah kamu," ucapnya.
"Itu namanya bohong."
Launa berdecak. "Kenapa sih? Kan aku cuma mau ketemu sama kamu."
"Bukan gitu, kamu kan capek, Lau, udah capek di sekolah terus pulang sekolah kamu kerja, terus ke sini lagi," ucap Mahen.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Love With Mahen (Tamat)
Teen FictionJika ada satu pertanyaan, siapa yang mampu menahan perasaan cinta terhadap temannya selama 5 tahun, maka Launa Givanya adalah orang yang tepat untuk jawaban tersebut. Launa Givanya atau yang kerap di sapa Launa ini adalah seorang gadis biasa berusi...