Launa butuh waktu untuk menenangkan diri, ia duduk sendirian di kafe yang sepi pengunjung malam itu. Dunia seakan mendukungnya untuk tenang sesaat, netranya tertuju pada jalanan depan kafe yang memperlihatkan beberapa kendaraan berlalu-lalang di sekitar jalan.
Launa merasa banyak sekali yang terjadi di dalam hidupnya. Kesibukannya membawanya jauh dari dirinya yang sebelumnya. Ia takut salah arah, berkali-kali gadis itu memikirkan apakah langkahnya selama ini sudah tepat untuknya.
Orang tuanya berkali-kali menyuruhnya berhenti bekerja, namun ia bersikeras menentang larangan orang tuanya. Baginya berhenti bekerja sama juga berhenti dengan mimpinya untuk bisa kuliah dan menjadi orang yang sukses. Launa terlalu berambisi untuk bisa kuliah, gadis itu terlalu menekankan dirinya sendiri untuk tidak boleh menyerah pada impiannya.
Lamunannya terbuyarkan, seseorang datang menghampirinya yang sedang duduk sendiri. Orang itu sangat dikenal olehnya, dahinya mengernyit saat Rora tiba-tiba duduk di sebelahnya dengan tatapan cukup intens.
"Ra? Ngapain di sini?"
Rora tidak menjawab pertanyaannya, ia hanya menatap Launa dalam waktu beberapa detik.
Rora menghembuskan napas panjang, lalu bersuara, "Gue bukan sahabat lo, ya?"
Launa terdiam, netranya tak berani menatap Rora yang melemparkan tatapan tajam padanya.
"Gue sahabat lo atau bukan?" Suara Rora naik beberapa oktaf.
Gadis itu memegang pelipisnya, Launa mulai menyulut emosinya.
"Bukan gitu, Ra." Launa menundukkan wajahnya.
"Lau, gue udah berkali-kali bilang sama lo, kalau ada apa-apa cerita sama gue. Sesusah itu ya buat lo cerita sama gue?"
Launa menghembuskan napas panjang. "Gue takut, Ra. Gue gelisah banget setiap mau cerita sama lo, gue nggak mau lo ngerasa terbebani dengan cerita-cerita gue."
Rora menggeleng cepat. "Nggak, Lau, lo salah besar. Gue nggak pernah ngerasa terbebani dengan cerita lo, justru gue mau lo itu cerita apapun ke gue."
Rora menggenggam tangan Launa. "Gue sakit hati, Lau, gue jadi harus mendam cerita gue juga karena lo. Karena lo nggak pernah cerita ke gue, gue jadi ragu buat cerita sama lo tentang masalah gue."
"Ra?"
Rora menatap Launa dengan mata berkaca-kaca. "Gue nggak punya orang tua, bokap gue udah meninggal sejak gue SD, lo nggak tau itu, kan? Karena gue malu buat cerita sama lo, sedangkan lo nggak pernah cerita sama gue."
Launa sangat terkejut. Itu pertama kalinya ia tahu fakta tentang Rora yang ternyata sudah lama kehilangan sosok ayah, padahal mereka telah berteman selama bertahun-tahun.
"Gue sama mama gue nggak terlalu dekat, dia udah punya keluarga baru, gue jadi menghindar dari hidup mama gue."
Launa mengusap punggung Rora saat gadis itu semakin terisak dalam tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Love With Mahen (Tamat)
Ficção AdolescenteJika ada satu pertanyaan, siapa yang mampu menahan perasaan cinta terhadap temannya selama 5 tahun, maka Launa Givanya adalah orang yang tepat untuk jawaban tersebut. Launa Givanya atau yang kerap di sapa Launa ini adalah seorang gadis biasa berusi...