Launa membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, peristiwa semalem masih mengejutkan baginya. Perempuan itu benar-benar tak menyangka penantian dari rasa sukanya selama ini tak sia-sia.
Pagi ini, perempuan dengan rambut terkucir itu tengah berdiri di depan pintu kamar sambil memainkan jari-jari tangannya.
"Ini gue sama Mahen gimana?" Launa Menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak, gue harus bersifat normal aja. Nggak boleh salting kalau ketemu dia di sekolah nanti."
Di sisi lain, Mahen sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Hari ini, laki-laki itu memilih untuk berangkat tanpa Launa. Dia bukan menghindar dari gadis itu, Mahen hanya terlalu malu menunjukkan wajahnya di depan Launa.
Mahen bukan lelaki pecundang yang akan menghindar setelah menyatakan perasaannya. Laki-laki itu sudah menyiapkan rencana sebelum bertemu dengan Launa, dia merogoh saku celana abu-abunya dan mengeluarkan secarik kertas.
"Woi, dungu!" Deon menyapa dari ujung jalan. Langkah kakinya menyusuri Mahen yang tengah berdiri sambil menatapnya malas.
"Pagi," sapa Rora. Perempuan yang digandeng oleh Deon di hadapan Mahen menampilkan seutas senyuman manisnya.
Cih, mau pamer doang.
"Pagi, Launa mana?" tanya Mahen.
Rora mengerutkan dahinya lalu menjawab, "Lo nggak bareng sama dia berangkat ke sekolah? Lagi ribut?"
"Nggak ribut, cuma tadi gue nggak sempat jemput dia."
"Pada nyariin gue?" Suara Launa membuat Mahen sontak menoleh melihat wajah tersebut.
Mahen menggigit bibir dan tenggorokannya seolah tercekat, ini bukan kali pertama dia melihat Launa, tapi kenapa jantungnya berdebar begitu cepat?
"Itu di tangan lo apaan, Hen?" tanya Deon.
Belum sempat Mahen menjawab Deon sudah merampas secarik kertas yang tadinya berada di genggaman Mahen.
"Kalau lo buka gue nggak akan nginep di tempat lo," ancam Mahen.
Deon berdecih, ia segera mengembalikan kertas itu pada Mahen lalu membawa Rora pergi bersamanya, memberi waktu untuk Mahen dan Launa berbicara dengan leluasa.
Hening, Launa dan Mahen saling bertatapan. Suasana di antara keduanya menjadi canggung, mereka tak tahu apa yang harus dibicarakan saat ini.
"Udah makan?" Launa membalikkan badan lalu memejamkan mata, itu seperti— pertanyaan bodoh yang keluar dari mulutnya.
"Udah," jawab Mahen. Laki-laki itu memberikan sebuah surat yang susah payah dicetak olehnya tadi pagi sebelum ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Love With Mahen (Tamat)
Novela JuvenilJika ada satu pertanyaan, siapa yang mampu menahan perasaan cinta terhadap temannya selama 5 tahun, maka Launa Givanya adalah orang yang tepat untuk jawaban tersebut. Launa Givanya atau yang kerap di sapa Launa ini adalah seorang gadis biasa berusi...