Lavanya tak berhenti tertawa seraya menikmati bakso pesanannya di kantin. Dia sudah membayangkan bagaimana wajah Nero saat mengirim pesan pada nomer itu namun yang membalas adalah tukang sedot wc.
"Udah anjir, lo ketawa mulu dari tadi." Anesera ikut terkikik mendengar cerita Lavanya, hanya saja gadis itu bisa mengontrol tawanya karena sakit perut terlalu banyak tertawa. "Gue gak kuat, pasti Nero kesel banget sekarang." Tawanya kembali meledak.
"LAVANYAAA!"
Skak. Teriakan Nero terdengar di seluruh penjuru kantin. Tanduknya sudah keluar dari kepala bersiap menyeruduk Lavanya yang selalu berhasil membuat darah tinggi.
Semua penghuni kantin sudah siap dengan keributan yang akan terjadi antara keduanya. Sudah bukan hal aneh lagi melihat Nero dan Lavanya cek-cok. Satu kelas tapi gak pernah akur. Lebih kaget kalau keduanya jadian.
"Kabur Ser, ayo!" ajak Lavanya menarik Anasera sebelum Nero sampai ke meja mereka. Anasera yang tengah menyeruput kuah sotonya tersedak. "Anjing! Gue lagi makan."
Lavanya menyengir, lengan gadis itu dicekal oleh Nero saat hendak berdiri. "Mau kemana lo?"
"Eh Nero, ganteng banget tumben. Mau bakso?" Lavanya menawarkan bakso miliknya, cowok itu mendengus kesal. "Gak."
"Yaudah sih, jangan ganggu orang lagi makan. Pergi sana," usir Lavanya.
"Maksud lo apa kasih gue nomer tukang sedot wc?"
Dengan ekspresi bodohnya, Lavanya menggeleng. "Hah lo kali salah ngitung soal-soal yang gue kasih. Orang bener kok."
Gemas karena gadis itu tidak mau mengakui, Nero memperlihatkan isi chattingannya tadi. Seketika tawa Lavanya meledak. "HAHAHAHAHA."
"Sakit perut gue sumpah."
"Tai," umpat Nero kesal. "Ser bilangin ke temen lo biar gak rese lagi ke gue." Anasera dengan mulut penuh nasi itu mengangguk seraya mengangkat tangannya membentuk hormat.
"Lo kok gitu sih, wah fake friend," dramatis Lavanya merasa tersakiti karena Anasera memihak Nero.
Anasera menelan nasinya sebelum berbicara. "Lo berdua nih gak di kelas gak di kantin ribut mulu. Tolong gue cuman mau makan dengan tenang, pergi sana hus. Ganggu orang makan soto aja."
"Lagi makan enak-enak juga," gumam Anasera melanjutkan makan di tengah-tengah percek-cokan rumah tangga Nero dan Lavanya.
"Lepasin!" Lavanya menyentak tangan Nero. "Lagian ngapain sih lo minta nomer gue? Ada angin apa?"
Lavanya tersenyum penuh arti. "Jangan-jangan lo naksir gue ya?" tudingnya dengan senyuman pd.
Nero meraup wajah gadis itu gemas, kalau bisa pengin dia remes-remes seluruh wajah Lavanya. "GAK USAH PD," ucap Nero penuh penekanan.
"Tadi waktu lo terlambat, Bu Safira masuk dan bilang kalau kita berdua mewakili SMA Merpati ikut olimpiade Matematika."
"Bener kan Ser? Lo gak bilang sama sahabat conge lo ini?" tanya Nero memastikan. Anasera mengangguk lagi. "B-bener Van, l-lo ik-ikut lomba," katanya dengan mulut penuh nasi.
"Lo makan selesaiin dulu napa," tegur Lavanya tanpa berdosa.
"GIMANA GUE MAU MAKAN DENGAN TENANG KALAU LO BERDUA RIBUT DI MEJA GUE. LO BERDUA PERGI ATAU GUE YANG PERGI."
"LO YANG PERGI!" teriak Lavanya dan Nero barengan.
Anasera langsung menciut. "Oo—oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
NERO LAVANYA [SELESAI]
Teen Fiction"Kalahin gue dulu di semester ini, gue turutin 1 permintaan kalau lo berhasil kalahin gue." Nero dan Lavanya adalah dua rival di sekolah, bersaing ketat untuk meraih peringkat 1. Nero yang selalu unggul membuat Lavanya bertekad mengejarnya, dan pert...