"Lavanya, bawain tas gue."
"DIH? OGAH."
"Ettsss, inget. Perjanjiannya apa semalam?" Nero tersenyum penuh arti. "Yang kalah jadi babu lo sampai jam sekolah berakhir," ulang Lavanya berdecak kesal.
"Pinter. Gak boleh ingkar ya babu." Nero menepuk-nepuk kepala Lavanya layaknya peliharaan dia. Gadis itu berjalan di belakang Nero sambil memegangi tas Nero.
"Berat banget sih, lo bawa bom ya?!"
"Iya biar meledak, terus lo ancur."
Lavanya mendelik tidak terima, gadis itu menendang tulang kering Nero hingga cowok itu terjatuh kesakitan. "MAMPUS MAMPUS MAMPUS."
"LAVANYA ANJING."
Lavanya melempar tas milik Nero ke wajah cowok itu, lalu gadis itu kabur menuju kelasnya. Jadi babu, bukan berarti Nero bisa seenaknya ke dia. Akan Lavanya buat Nero yang bertekuk lutut padanya. Lavanya kok dilawan.
Ringisan Nero terhenti, cowok itu mencoba untuk berdiri dan kembali menggendong tasnya. "Tai," umpatnya berjalan pincang.
Nero kadang gak abis pikir, Lavanya ini makannya beton atau gimana? Tenaganya sudah kayak preman, sekali mukul sakitnya dua kali 24 jam gak ilang-ilang.
Di dalam kelas, Nero bisa melihat Lavanya yang langsung membuang pandangan saat tidak sengaja berkontak mata dengannya. Lalu sok sibuk mengobrol dengan Anasera membelakangi mejanya.
"Aw!" Lavanya meringis sakit saat Nero menjitak kepala gadis itu sebagai balas dendamnya. Sama-sama memiliki love language physical attack.
Lavanya berdiri, menggebrak meja Nero tidak terima. "Maksud lo apa?!"
"Lo yang apa, dasar tukang ingkar janji. Kalau kalah ya tepatin janji lo, bukan malah nendang kaki gue. Dikira gak sakit kali."
Lavanya menarik buku catatan milik Anasere lalu melemparnya ke wajah Nero. "Gue benci sama lo Nero.
"ARGHHH, GUE JUGA BENCI SAMA LO LAVANYA."
"GAK NANYA!"
"GUE JUGA GAK PEDULI! LO CEWEK RESE, SOK PINTER, CEWEK PREMAN."
PLAK.
Kali ini Nero diam karena buku paket bahasa indonesia yang sudah terbayang setebal kamus itu melayang ke wajahnya hingga hidungnya mimisan.
Nero menunduk, kedua tangannya terkepal kuat. Cowok itu benar-benar marah sekarang, memilih meninggalkan kelas dengan menabrak bahu Lavanya keras.
Gadis itu terdiam, merasa perlakuannya tadi terlalu berlebihan. "Gila hidung Nero sampai berdarah. Samperin sana, minta maaf sekalian obatin," saran Anasera meski bukan pertama kali mereka berdua ribut seperti ini.
Bahkan dulu lebih parah, Nero mendorong Lavanya di lapangan sampai jatuh tersungkur hingga lutut dua-duanya berdarah.
"Hayoo Lavanyaa," kompor Arkana teman sebangku Nero.
Lavanya menggigit kukunya, gadis itu melihat jam dinding kelas yang mana sebentar lagi guru masuk. Dia ingin tetap tinggal di kelas, tapi perasaan bersalah menyelimuti hatinya.
"Fine!"
Gadis itu keluar kelas mencari Nero untuk meminta maaf dan mengobati luka di hidung Nero. Pasti sakit banget.
"Cewek gila." Nero membersihkan darah di hidungnya dengan air mengalir, dia memutuskan untuk pergi ke UKS untuk meminta kapas karena darahnya tak kunjung berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERO LAVANYA [SELESAI]
Jugendliteratur"Kalahin gue dulu di semester ini, gue turutin 1 permintaan kalau lo berhasil kalahin gue." Nero dan Lavanya adalah dua rival di sekolah, bersaing ketat untuk meraih peringkat 1. Nero yang selalu unggul membuat Lavanya bertekad mengejarnya, dan pert...