"Lo segalanya buat gue Lavanya, lo adalah bahagia yang ingin gue rasakan tiap detiknya."
Ucapan Nero terus berputar di pikiran Lavanya. Memorinya terus mengulang suara yang mampu memacu cepat detak jantungnya.
Perasaan itu muncul dengan sendirinya, tanpa cukup untuk mempersiapkannya. Di saat hatinya bergetar aneh, Nero hanya bersikap biasa saja, bahkan setelah pizza mereka habis, Nero izin pulang ke rumah, tak ada pertanyaan atas ucapan yang barusan terucap, mampu menciptakan kupu-kupu di perut Lavanya.
Wajar kah kalau Lavanya men-cap Nero redflag? Di saat dia menggantungkan dirinya dalam perlakuan berlebih tanpa adanya suatu hubungan. Namun Lavanya takut ge-er, terlebih tidak ada tanda-tanda kalau Nero mencintainya, cowok itu tak pernah mengungkapkan perasaannya selama ini.
Lavanya juga tidak ingin membuang waktu memikirkan suatu hal yang belum pasti. Dia tidak ingin pikirannya merusak kedekatannya dengan Nero, jika memang ke depannya akan seperti ini, Lavanya tidak mengapa. Nero benar kok, pendidikan harus diutamakan daripada percintaan.
Tidak boleh menaruh harap terlalu dalam pada manusia, karena manusia adalah tempat kecewa.
"LAVANYA WOI BANGUN, KATANYA LO ADA KELAS PAGI!"
Teriakan Nero sudah menggema di halaman rumahnya. Cowok dengan kemeja hitamnya itu sudah siap pergi ke kampus untuk mata kuliah hari ini.
Lamunan Lavanya buyar, gadis itu mendengus kesal menyambar tas kuliahnya lalu pergi keluar menemui Nero. "Lo bisa gak jangan teriak-teriak? Bisa bolot gue kalo tiap hari lo teriakin kayak gini."
"Gak bisa, masalahnya lo itu lelet kayak siput. Yang ada gue ketinggalan kelas."
"Yaudah kalau emang gak ikhlas, gue juga bisa berangkat sendiri. Gak usah sok-sok'an ngajak berangkat bareng," sinis Lavanya.
Nero menarik tangan Lavanya untuk mendekat ke arahnya, jarinya siap mengacak-ngacak rambut yang sudah tertata rapi. "Bawel. Udah gak usah marah-marah, ayo berangkat."
Setiap hari Nero dan Lavanya saling berkabar tentang mata kuliah mereka. Jikalau mendapat jam kuliah yang sama, pasti keduanya akan berangkat bersama. Tapi kalau beda jam MK, Lavanya memilih berangkat sendiri begitupun Nero.
Motor Nero juga sudah sampai di Jogja, alhasil sehari-hari cowok itu berangkat ke kampus naik motor. Kalau masalah mobil gampang nanti, pasalnya Nero tidak terlalu suka berkendara dengan mobil.
Di parkiran, mereka kembali berpisah saat Nero mengantarkan Lavanya ke gedung farmasi mengingat gedung farmasi dan kedokteran berjarak jauh.
Nero merapikan rambut Lavanya yang cukup berantakan setelah melepas helm. Cowok itu mencubit pelan pipi Lavanya. "Udah cantik, sana masuk. Semangat belajarnya Lavanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
NERO LAVANYA [SELESAI]
Teen Fiction"Kalahin gue dulu di semester ini, gue turutin 1 permintaan kalau lo berhasil kalahin gue." Nero dan Lavanya adalah dua rival di sekolah, bersaing ketat untuk meraih peringkat 1. Nero yang selalu unggul membuat Lavanya bertekad mengejarnya, dan pert...