|-6|+|-9| Gara-Gara Gacoan

11.6K 1K 153
                                    

       "Selamat makan Abang."

       Aresh terkikik geli melihat wajah Nero yang sudah pias melihat banyaknya cabai di mie gacoan level 8 yang dikenal mie terpedas di Indonesia. Dulu Nero pernah makan mie gacoan, tapi mentok level 3 karena baginya terlalu pedas, Nero gak kuat.

       "Jangan dimakan, nanti lo sakit perut lagi," tegur Lavanya khawatir juga, apalagi keduanya akan perjalanan jauh selama 5 jam untuk pulang ke Jakarta jam 2 nanti.

       "Ya gak boleh kayak gitu dong Kak, kalau Bang Nero gak berani makan, berarti pengecut," sambar Aresh yang rela memesan gacoan level 8 lewat gojek demi mengerjai Bang Nero.

        Nero mengangguk, cowok itu berdeham. "Level 8 doang? Biasa aja ini mah."

        "Yaudah sok atuh makan Bang."

        Menarik nafas berat, Nero mulai menyuap mie gacoan level 8 ke mulutnya. Dia memejamkan matanya saat lidahnya mulai terasa pedas hingga matanya berair.

        Pedas banget gila, batinnya.

        Lavanya yang melihat ekspresi kepedesan Nero hanya bisa menahan ketawanya. Dia sudah bisa membayangkan sendiri sepedas apa mie di tangan Nero itu karena dulu Lavanya juga pernah mencoba level 8 dan kapok, sekarang mentok di level 6.

       "Gaboleh minum ya Bangg." Aresh terkikik seraya minum jus alpukat buatan Bibi, sengaja untuk menggoda Bang Nero.

        Muka Nero sudah memerah, keringat mulai menetes dari dahinya. "Nero, gak usah diabisin deh kata gue," panik Lavanya, pasalnya wajah Nero udah kayak orang mau nangis.

         "Hah, gak p-pedes kok," ucapnya terbata-bata.

         "Cabenya sekalian diabisin Bang, gak boleh sisa. Cowok masa lemah sih," kata Aresh lagi.

          Nero mengangguk nurut. "Iya ini diabisin, biasa aja ternyata."

          Ucapannya begitu padahal ekspresi Nero udah kayak orang mau nangis dengan mata memerah. "Udah abis."

          Nero berhasil menghabiskan gacoan level 8 tanpa sisa, bahkan sampai cabe-cabenya juga. "Minum dulu." Lavanya memberikan jus alpukat yang langsung diteguk cepat oleh Nero hingga tak tersisa di gelas.

         Nafas cowok itu tak beraturan, bibirnya memerah dengan keringat yang bercucuran. "Van, kamar mandi di mana?"

         Lavanya menunjukkan. "Lo tinggal lurus aja nanti belok kanan ada kamar mandi." Nero mengangguk, cowok itu langsung berlari tanpa bilang apa-apa lagi.

        Seperginya Nero, Aresh tertawa terpingkal-pingkal membuat Lavanya menatapnya curiga. "Kamu ngerjain Bang Nero?" tudingnya yang langsung diangguki Aresh.

       "Dikit. Tadi Aresh nyuruh Abang gojeknya buat minta sambal extra, level 8 tapi sambalnya lebih banyak dari biasanya. HAHAHAHA."

       "Aresh, kamu gila ya?" Lavanya tidak abis pikir. "Ini namanya ujian Kak, ujian calon Kakak Ipar."

        Lavanya menjewer telinga Aresh kencang hingga bocah itu meringis kesakitan meminta ampun. "Kakak bilangin Ayah mampus!"

        Lavanya pergi meninggalkan lapangan basket menyisahkan Aresh yang mendengus kesal. Cuman gacoan level 8 emang apa masalahnya? Gak sampai masuk Rumah sakit kan?

        Lagian Bang Nero kan cowok, harusnya lebih kuat dari cewek.

         Nero membasahi wajahnya dengan air mengalir, bibirnya panas, perutnya sakit. Pedas di lidahnya tak kunjung hilang meski sudah meminum air sekalipun. "Gila pedes banget, kayak mau mati gue."

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang