37. Sudah Terlambat?

8.4K 895 556
                                    

        Lavanya benar-benar menghindari Nero. Gadis itu sampai berangkat pagi-pagi sekali dijemput oleh Rayan dengan mobilnya. Padahal, tetangganya saja masih terpejam tenang sampai suara mobil Rayan mengusik tidurnya.

       Nero hanya tersenyum kecut menahan nyeri di hati saat melihat Lavanya pergi dengan cowok lain, untuk kesekian. Apa yang salah akhir-akhir ini? Atau memang, Lavanya menjauh karena ada hubungan dengan cowok itu?

       Memilih menenangkan diri di bawah guyuran air dingin. Nero memejamkan mata seraya mengacak-ngacak rambutnya kesal. Ingin sekali berteriak di kamar mandi, meluapkan segala emosi yang selama ini dia tahan.

       Kelepasan, Nero memukul keras tembok kamar mandi hingga darah mengucur di balik jari-jari tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       Kelepasan, Nero memukul keras tembok kamar mandi hingga darah mengucur di balik jari-jari tangannya.

       "Sakit Lavanya, sakit. Jangan gini," lirihnya tanpa sadar air mata yang dia tahan menetes bercampur dengan air shower.

       Bohong Nero baik-baik saja melihat Lavanya pergi dengan cowok lain selain dirinya, bohong hatinya tidak sakit. Nyatanya, hati Nero kesakitan, nyeri yang tak bisa dia utarakan.

      Hari ini, Nero akan mengambil apapun resiko atas keputusannya nanti.

      Lavanya harus jadi miliknya.

      Selesai mandi, Nero segera memakai kemeja hitamnya untuk pergi ke kampus. Kemarin dia sudah izin sakit, tidak mungkin hari ini izin lagi. Meski sedang ada masalah dengan Lavanya, Nero tidak boleh mengabaikan impiannya selama ini.

       Pendidikan harus tetap diutamakan meski dalam keadaan hati yang tidak karuan.

       Sampai di kampus, Nero langsung disambut oleh kedua sahabatnya.

      "Wihh, udah sembuh lo?" tanya Billy.

      "Udah, lo berdua gak jengukin gue."

      "Idih najis alay banget minta dijengukin segala," cibir Dean langsung mendapat pukulan di lengan oleh Nero. "Tai."

       "Nero," sapa Alicia seraya tersenyum ramah. "Kamu udah sembuh?"

       "Udah Al, makasih ya udah izinin kemarin."

       Alicia mengangguk. "Iya gapapa. Sebenernya harus minta surat dokter, tapi untungnya aku bilang ke dosen gapapa kok. Tetap ditulis sakit."

        "Ekhem, perhatian banget Mba," sindir Billy menggoda.

       Alicia mendengus kesal, memukul punggung Billy hingga cowok itu meringis kesakitan. Cewek memang suka banget mukul-mukul, ya?

        "Gausah ngeselin deh, Bil," celetuknya kesal. "Yaudah aku ke temen dulu yaa." Alicia pergi ke teman-temannya untuk duduk di bangku yang sudah dicarikan.

        "Lo gak ada perasaan sama tuh cewek? Akhir-akhir ini kan lo berdua sering bareng, tugas kelompok aja bareng mulu," kata Dean.

        "Lo kan tau perasaan gue buat siapa, lagi pula, gue udah jelasin semuanya ke Alicia kok," jawab Nero.

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang