41. 100-1000

9K 952 306
                                    

       "Nanti liburan semester kita ke Semarang ya."

        Kedua alis Lavanya tertaut bingung. "Ngapain ke Semarang?"

        "Gue belum izin ke Ayah lo. Lo masih sepenuhnya punya dia, gue bahkan gak punya hak buat jadiin lo cewek gue tanpa izin dari Om Mahen."

        Speechless. Lavanya tidak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari bibir Nero. Di mana harusnya cowok itu senang bisa punya hubungan diam-diam karena posisi mereka yang jauh dari orang tua, tapi Nero tetap tidak lupa akan janjinya yang ingin menjaga Lavanya.

       Bagi Nero, punya hubungan itu bukan cuman buat main-main di masa remaja ini. Harus jelas endingnya akan dibawa kemana, dan restu orang tua itu hal paling penting.

       "Abis itu kita ke Jakarta, ketemu orang tua gue."

       "Lo seserius itu sama gue?" tanya Lavanya.

        Jelas kedua alis Nero menyatu ditanya seperti itu, pertanyaan yang seharusnya tidak perlu Lavanya tanyakan. "Ya, kapan gue main-main?"

       "Bagi gue punya hubungan itu sekali, sampai nikah. Jadi setelah ini, lo gak punya alasan buat lepas dari gue Lavanya," katanya sungguh.
    
      "Gue tau jodoh di tangan Tuhan, tapi bisa aja jodoh gue itu lo, kalau diusahakan. Dan emang harus lo jodoh gue, gue maksa, tanpa ada pengecualian."

      "Lo pernah dengar kalau cowok itu pengendali dalam hubungan? Ada yang bilang cinta cowok itu dari 100 ke 0," kata Lavanya.

     "Pernah lewat fyp Tiktok sih," jawab Nero. "Gue setuju tentang cowok pengendali terkuat di hubungan, kalau si cowok masih cinta, cewek bilang putus seribu kalipun gak akan selesai. Tapi kalau cowoknya yang cape, sekali putus yaudah tetap putus."

      "Iya, nanti lo gitu juga gak ke gue?" Lavanya tersenyum miris.

       Nero menggeleng cepat. "Kalau lo bilang cinta cowok dari 100 ke 0, berarti gue dari 100 ke 1000. Simpel."

       "Gue gak terlalu bisa gombal, jadi sorry aja kalau terdengar aneh."

        Benar, Lavanya akui Nero bukan cowok yang suka menggombal karena dia menunjukkan kasih sayang dengan perhatian.

        "Ayo ke kampus, lo udah siap, kan?" Ah rasanya gak sabar Nero mau pamer ke Billy dan Dean kalau dia sudah taken. Mereka berdua gak akan bisa ngeroasting dirinya lagi sekarang.

      "Udah. Naik motor, kan?"

      "Iya, kalau lo maunya naik mobil. Gue pake mobil deh."

      Sepertinya Nero masih aja sensi dengan Rayan perihal Lavanya sering diantar pulang dengan civic turbonya.

      "Naik motor aja, biar bisa peluk lo kan enak," kata Lavanya menggoda.

      Percaya gak kalau ngelihat Nero salting itu lucu banget? Cowok itu akan berpura-pura batuk dan membuang pandangannya ke arah lain seraya menggigit bibir bawah menahan teriakan agar image cool nya tidak hilang.

     "Anjay, sekarang udah berani nih. Gak gengsi lagi?"

     "Gak sih, kalau gengsi mah gue peluk suami orang aja," jawab Lavanya santai.

     Nero mendelikkan mata tidak terima, menjitak dahi gadis itu. "Ngaco lo, suami orang suami orang, yang ada lo dilabrak, mampus. Gak usah aneh-aneh deh, mending peluk gue aja sampe capek. Gratis."

     "SAKIT NERO!" ringis Lavanya.

     "Utututu, sini sayang gue usapin."

     Tangan Nero sibuk mengusap lembut dahi Lavanya, lalu meniupnya pelan. Berhasil membuat seluruh tubuh Lavanya merinding.

***

    "Gue sama Lavanya udah jadian."

    "Kata-kata pagi ini brow." Bukan selamat, Billy malah menertawakan tak percaya.

    "Halu banget ya, dia," kata Dean ikut menertawakan.

     Nero mendengus kesal. "TAI! Seriusan. Gak percaya juga bodo amat."

     "Yang bener aja?" Billy bertanya serius.

     Nero mengukir senyum sombong. "Serius dong, besok mau nikah," celetuknya.

      "NGAWUR!" seru Dean dan Billy. "Kok bisa?"

      "Panjang ceritanya, intinya sekarang Lavanya udah jadi milik gue dan gue jadi milik dia."

      "Alay banget najis." Billy bergedik ngeri. "Maklum, orang baru pertama kali kasmaran ya gitu," timpal Dean.

      "Bodo amat, penting sekarang gue punya pacar."

      Perbincangan mereka sampai ke telinga Alicia. Gadis itu tersenyum kecil, lalu kembali fokus pada catatannya sebelum dosen masuk untuk mengajar.

       Sementara itu, Amora ikut senang atas hubungan Lavanya dan Nero yang baru dia dengar kabarnya. Setidaknya pagi ini, dia bisa melihat Lavanya tersenyum bahagia, tidak murung seperti hari-hari sebelumnya.

       "Aku ikut senang dengarnya Lavanya. Semoga aja hubungan kalian selalu baik-baik saja ke depannya."

       "Terima kasih. Kamu sendiri gimana? Udah dekat sama cowok lain?" kekeh Lavanya.

       Amora menggeleng. "Gak ah, ngapain. Udah males mikirin pacaran aku sekarang, capek makan hati mulu."

       "Ya pilih-pilih dong, jangan yang modelan mokondo kamu jadiin pacar."

       Benar juga, banyak yang suka pada Amora namun tidak ada yang membuat gadis itu tertarik lagi terlepas dari hubungan 2 tahunnya.

       "Hai, pagi," sapa Rayan duduk di bangku samping Amora. Kali ini cowok itu tidak berdampingan dengan Lavanya.

        Senyum Lavanya mendadak pudar dengan kedatangan Rayan. Dia jadi keingat kejadian kemarin, masih merasa tidak enak pada cowok itu.

       "Aku lihat tadi kalian ngobrol seru banget. Bahas apaan?" tanya Rayan.

       "Ini loh, Lavanya sama Nero akhirnya udah jadian," jawab Amora.
 
      Rayan tersenyum kecil. "Wahh, selamat ya, Lavanya."

      "Eumm, terima kasih Rayan."

      Amora melirik keduanya heran, merasa atmosfernya terasa begitu canggung. Dia sendiri tidak pernah tau kalau Rayan menyukai Lavanya sampai sekarang.

       "Tugas kamu udah?" Rayan bertanya pada Amora. "Udah."

       "Minggu depan kamu presentasi ya?"

       "Iya kelompok aku presentasi."

       Merasa heran dengan perubahan Rayan hari ini, cowok itu tampak tidak seperti biasanya. Lebih banyak menghabiskan waktu mengobrol dengan Amora dibanding Lavanya, hanya sekedar menyapa, udah.

      Bohong kalau Rayan tidak sakit hati mendengar kabar Lavanya jadian. Perasaannya sakit namun cintanya ikhlas. Tidak ingin memaksakan yang tidak semestinya dia genggam.

       Melihat gadis itu bahagia pun, sudah berhasil membuat perasaannya lega. Meski perasaan Rayan sendiri harus dikorbankan.

      Jatuh cinta itu indah, kalau cintanya terbalas.

***

beberapa part lagi cerita ini ending, kemungkinan di atas part 45 an atau 50🥺 ga nyangka bisa endingin dalam waktu 1 bulan

aku masi belum lancar buat nulis tapi tetap aku usahain update sehari, walau mungkin cuman sekali. karena gamau bikin kalian nunggu lama.

ayo ramaiin komentarnya. 400 vote 200 komen malam aku update lagi🫶🏻🫶🏻

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang