3³ Euforia

9.4K 959 350
                                    

       Lavanya menenteng plastik belanjaan cemilan untuk acara nonton malam ini di rumah Nero, karena keduanya berniat menonton film horor di Netflix. Namun sebelum itu, Lavanya harus belajar terlebih dulu karena sebelum praktek dilakukan, akan ada Pre Test.

      Dia tidak tau soal apa yang akan diberikan oleh Bu Afina nanti, jadi untuk persiapan, Lavanya mempelajari semua materi yang akan dipraktekkan besok.

      "Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis," ucap Lavanya berulang-ulang.

       "Bila sample darah + zat anti A tidak menggumpal dan sample darah + zat anti B tidak menggunpal berarti termasuk golongan darah O."

       Lavanya memahami materi yang akan dipraktekkan besok, beberapa ada yang dia hafalkan agar tidak lupa.
    
       Bel rumahnya berbunyi, sudah bisa dipastikan Nero pelakunya. Dan benar saja, saat Lavanya membuka pintu, cowok itu sudah berdiri dengan gaya andalannya. "Ayo nona, kita nonton," ajaknya dengan lembut.

        "Jijik dongo." Lavanya merinding.

        Dia salah fokus dengan penampilan Nero yang hanya memakai baju putih tanpa lengan, sama seperti dirinya yang tengah memakai baju putih juga. "Lo ngikutin gue ya bajunya? Plagiat."

        "Enak aja tai, yang ada lo yang ngikutin gue. Gue mah dari mandi sore pake begini."

        "Lagian ngapain sih pake baju tanpa lengan, kayak berotot aja."

         "Lo gak liat?" Nero menunjukkan otot-otot lengannya, yang mampu membuat Lavanya menelan salivanya kaget. Benar, Nero berotot, bikin Lavanya klepek-klepek, dikit.

        "Iya-iya kayak algojo."

        Nero mendengus kesal. "Yaudah ayo katanya mau nonton, tinggal nonton aja harus gue jemput segala padahal samping-sampingan rumahnya. Manja."

         Lavanya menarik rambut Nero kesal sampai cowok itu meringis kesakitan, Nero mencoba menahan tangan Lavanya yang tak berhenti menjambak hingga gadis itu terjatuh ke dalam pelukannya.

        Deg. Detak jantung Lavanya berdetak kencang saat jarak keduanya terkikis. Bahkan Lavanya bisa mendengar ritme jantung Nero yang berdetak lebih kencang dari detak jantungnya. Aneh, tapi Lavanya suka saat mendengarnya.

       Tubuh Nero ngefreeze, dia tidak bisa mengatur kerja otaknya sendiri, pikirannya kacau dengan jantung berdisko di dalam sana. Ini pertama kalinya mereka berpelukan selain di atas motor, dan benar-benar membuat Nero gila.

        Dalam hatinya berbicara, apa gue cium aja nih cewek.

        Tanpa sadar, kedua tangan Nero mendekap erat tubuh Lavanya, mencium wangi rambut gadis itu yang berhasil menjadi candu untuknya.

        Semesta, kalau boleh diizinkan, Nero ingin waktu diberhentikan selama 1 jam dalam posisi seperti ini, gapapa Nero ikhlas. Kesemutan juga gapapa asal bisa peluk Lavanya tanpa menurunkan gengsi.

       "Ihhhh ngapain sih peluk-peluk gue, LO DEMEN YA SAMA GUE??"

       Lavanya mendorong tubuh Nero, lalu menepuk-nepuk bajunya sendiri, seakan-akan Nero ini kuman baginya.

       "Bangke, lo kira gue bakteri sampe lo tepuk-tepuk baju kayak gitu?" kesal Nero, dia aja gak sadar dengan apa yang barusan terjadi.

       "Gak usah ge-er, tangan gue gak sengaja meluk lo." Ada ya alasan kayak gitu?

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang