40. Gengsi Yang Hilang

10.2K 1K 187
                                    

     "Gue gak nyangka lo senaksir itu ke gue."

     Lavanya langsung menatapnya dengan merinding. "Plis, gak usah kumat PD-nya."

    "Kenapa gak jujur aja sih dari dulu, sayang?"

     BLUSHH. Kata sayang yang terucap sekarang berhasil membuat kedua pipi Lavanya memerah bagai kepiting rebus. "Gengsi lah! Lo pikir gue cewek apaan ngomong suka duluan?"

      "Gengsi kok digedein."

      "Iya."

      "Sama-sama gengsi pula."

      "Iya."

      Nero mengacak rambut Lavanya gemas, membawa gadis itu ke dalam dekapannya. "Lo diem ya, hadap sana."

      Kedua alis Lavanya terangkat, tetap menurut meski bingung.

       Sebuah liontin melingkar di leher putihnya. Bohong bilangnya tak mempersiapkan apa-apa, nyatanya barang mahal itu kini melingkar cantik di leher Lavanya. "Lo beli?"

      "Enggak, ngerampok kemarin," jawab Nero.

       Lavanya mendengus kesal, namun tetap terharu. "Cantik banget," pujinya.

       "Iya, liotinnya cantik, dipake lo makin cantik."

       "Apasih gombal."

       "Gue gak gombal, ini berdasarkan fakta."

       "Prett." Padahal Nero tau, Lavanya tengah berusaha menutupi salah tingkahnya.

       "Ayo, mau kemana. Makan?"

       Lavanya menggeleng, "Udah kenyang."

        "Pasti makan sama cowok civic turbo, cemburu gue," kesal Nero.

        "Iya bener, gratis."

        "Prett, gue beli setempat-tempatnya juga bisa tuh."

        Lavanya terkikik lucu. "Ayo pulang aja, beli kue, kita rayain hari ini," katanya sudah menurunkan gengsi.

         "Boleh." Nero mengulumkan senyum, membawa Lavanya ke ketiaknya menuju motor. "BAU!"

         "Mana ada bau, gue selalu wangi. Makanya lo suka sama gue."

         Entah apa hubungan mereka sekarang, dibilang pacaran gak kayak orang pacaran. Tidak ada yang berubah, hanya saja gengsinya yang mulai dihilangkan satu sama lain.

        Nero Lavanya sampai di perumahan panorama. Keduanya masuk ke dalam rumah Lavanya untuk menyalakan lilin sesuai permintaan gadis itu. "Ayo buat permintaan."

         Hal kecil, sangat simpel namun berhasil membuat gadis itu tersenyum senang. Nero benar-benar bersyukur punya Lavanya di hidupnya, yang selalu mengapresiasi hal-hal kecil yang tidak semua orang bisa lakukan.

       "Untuk selama, diharapkan selalu ada Lavanya di bumi, bersama saya."

       "Lo doa apa?" tanya Lavanya.

       "Kepo," jawab Nero menyebalkan.

        Kesal, Lavanya mencolek pipi Nero dengan krim kue. "Makan tuh."

        "Ih mainnya colek-colek, demen lo sama gue?"

        "Lah emang demen, EH—GAK JADI!"

        Nero tertawa lepas, cowok itu memotongkan kue lalu menyuapinya. "Jangan galak-galak, makin lucu. Pengin gue makan jadinya."

         "Tai."

NERO LAVANYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang