Lalu setelah itu, Bu Rina datang ke kelas seperti biasa, menyapa para murid dengan senyum hangatnya.
Bu Rina: "Selamat pagi, anak-anak! Bagaimana kabar kalian hari ini?"
Murid-murid: "Selamat pagi, Bu Rina! Baik, Bu."
Aditya duduk di bangkunya, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia bertanya-tanya apakah Bu Rina sudah membaca suratnya. Tidak lama kemudian, Bu Rina membuka buku absen dan mulai memeriksa kehadiran murid-murid.
Bu Rina: "Hari ini kita akan melanjutkan pelajaran seperti biasa. Tapi sebelum itu, Ibu ingin berbicara sedikit tentang sesuatu yang penting."
Aditya menahan napas, merasa bahwa momen ini adalah saat yang ditunggunya.
Bu Rina: "Ibu menerima surat dari salah satu murid kita yang menceritakan tentang pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah. Ibu ingin mengingatkan kalian semua bahwa bullying adalah hal yang sangat serius dan tidak boleh terjadi di sekolah kita. Jika ada di antara kalian yang merasa di-bully atau melihat teman kalian dibully, Ibu harap kalian tidak ragu untuk berbicara dengan Ibu atau guru lainnya."
Aditya merasa sedikit lega bahwa Bu Rina menanggapi suratnya dengan serius, meskipun dia tidak menyebutkan namanya secara langsung.
Bu Rina: "Sekarang, Ibu ingin bicara dengan Aditya. Bisa ke sini sebentar, Aditya?"
Aditya mengangguk pelan dan bangkit dari tempat duduknya, berjalan menuju meja Bu Rina dengan perasaan campur aduk.
Aditya: "Iya, Bu?"
Bu Rina menatapnya dengan lembut. "Aditya, Ibu sudah membaca suratmu. Terima kasih sudah berani menceritakan semuanya. Ibu ingin kamu tahu bahwa Ibu akan melakukan segala yang bisa Ibu lakukan untuk membantumu. Nanti setelah pelajaran selesai, sebelum pulang, kita akan bicara lebih lanjut, oke?"
Aditya merasa matanya berkaca-kaca, tetapi dia menahan air matanya. "Terima kasih, Bu."
Bu Rina tersenyum dan mengangguk. "Baik, sekarang kita lanjutkan pelajaran. Anak-anak, mari kita buka buku kalian dan mulai belajar."
Aditya kembali ke tempat duduknya, merasa beban di pundaknya sedikit terangkat. Dia tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang, tetapi dia merasa lebih yakin bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini.
***
Ketika Bu Rina melanjutkan pelajaran, Aaron yang duduk sebangku dengan Aditya merasa penasaran dengan hasil yang sudah Aditya berikan kepada Bu Rina.Aaron (berbisik): "Dit, gimana tadi? Apa yang Bu Rina bilang?"
Aditya tersenyum tipis. "Bu Rina bilang dia akan bantu aku. Nanti setelah pelajaran, kita akan bicara lebih lanjut."
Sementara itu, tujuh orang yang sering membully Aditya menatapnya dengan wajah panik dan bersalah. Mereka tampak gelisah, seolah mengetahui bahwa tindakan mereka telah diketahui oleh guru.
Saat bel istirahat kedua berbunyi, pukul 12.30, Aditya beranjak dari bangkunya untuk menuju kantin. Di sana, anak-anak yang sering membully Aditya menghampirinya dengan raut wajah penuh penyesalan.
Rendi (salah satu pembully): "Aditya, maafkan kami. Kami benar-benar menyesal telah membully kamu."
Aditya terkejut dengan permintaan maaf mereka. "Kenapa kalian membully aku?"
Rendi dan teman-temannya saling pandang sebelum salah satu dari mereka, Toni, angkat bicara.
Toni: "Kami iri dengan kamu, Aditya. Kami merasa kamu selalu diprioritaskan oleh guru-guru sejak kelas 1 SD sampai sekarang kelas 6. Kamu selalu duduk di paling depan, dan kami merasa itu tidak adil."
Aditya menghela napas dalam-dalam, merasa perlu menjelaskan situasinya. "Aku duduk di depan karena aku punya gangguan pendengaran. Telinga kananku tidak bisa mendengar dengan jelas, jadi aku harus duduk di depan supaya bisa mendengar guru dengan lebih baik."
Mendengar penjelasan Aditya, anak-anak yang membullynya tampak terkejut dan menyesal.
Rendi: "Kami tidak tahu, Aditya. Kami benar-benar minta maaf."
Davira, yang juga ikut mendengarkan percakapan itu, merasa tersentuh. Dia mendekati Aditya dan menyentuh lengannya dengan lembut.
Davira: "Aditya, aku tidak tahu tentang ini. Maafkan aku juga kalau aku pernah membuatmu merasa tidak nyaman."
Aditya tersenyum kepada Davira dan teman-teman lainnya. "Tidak apa-apa. Aku sudah memaafkan kalian. Yang penting sekarang kita semua bisa saling menghormati dan tidak ada lagi bullying."
Anak-anak yang membully Aditya mengangguk dengan penuh penyesalan. Mereka semua berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan mereka dan mulai belajar untuk menghargai satu sama lain. Aditya merasa lega dan bahagia bahwa akhirnya masalah ini bisa diselesaikan dengan cara yang baik.
Aaron: "Kamu hebat, Dit. Aku bangga sama kamu."
Aditya tersenyum, merasa beban di pundaknya telah terangkat. Dia tahu bahwa dengan dukungan teman-temannya, dia bisa menghadapi segala rintangan yang ada di depannya.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Shades Of Grey
Randommengeksplorasi kompleksitas dan ambiguitas dalam sifat dan kepribadian diri sendiri dan teman-teman si tokoh utama. Mengisyaratkan bahwa tidak semua orang bisa dikategorikan dengan jelas sebagai 'baik' atau 'buruk', melainkan ada banyak area abu-abu...