Keesokan harinya, saat matahari baru saja mulai menampakkan diri di langit, Aaron sudah menunggu di depan gerbang sekolah, seperti biasa. Dia melihat Aditya berjalan mendekat, dan segera melangkah menghampirinya.
Aaron: "Dit! Gimana semalam? Udah dikasih tau Davira soal jaketnya?"
Aditya tersenyum kecut, sedikit menunduk sambil memegang tali tasnya.
Aditya: "Enggak, Ron. Aku nggak jadi kirim pesan."
Aaron: (kaget) "Hah? Seriusan? Terus sekarang gimana?"
Aditya: "Aku pikir, lebih baik aku kasih langsung aja ke dia hari ini. Jadi aku bisa ngomong sambil kasih jaketnya."
Aaron: (mengangguk, terlihat sedikit lega) "Oh, jadi kamu mau bikin kejutan, ya? Bagus juga sih idenya. Mungkin Davira bakal lebih menghargai kalau kamu kasih langsung."
Aditya: "Iya, aku harap aja dia nggak marah. Aku bawa jaketnya di tas. Rencananya mau aku kasih nanti pas istirahat."
Aaron: (mengetuk dagunya, berpikir sejenak) "Hmm, bener juga sih. Tapi, kalau rencana ngomong langsungnya gagal gimana?"
Aditya: (tersenyum) "Ya, aku harus siap-siap plan B, dong. Tapi aku yakin, kalau ngomong langsung bakal lebih baik. Lagipula, aku pikir Davira mungkin lebih menghargai kalau aku hadapi ini dengan cara yang lebih personal."
Aaron: (mengangguk setuju) "Iya, iya. Kamu bener. Berani banget, Dit. Semoga aja semua lancar. Kalau butuh dukungan moral, kamu tahu harus panggil siapa, kan?"
Aditya: (tertawa) "Iya, pasti panggil kamu, Ron. Makasih ya, udah selalu dukung aku."
Aaron: (tertawa balik) "Selalu siap, bro. Oke, ayo masuk kelas. Kita siapin rencana besar hari ini!"
Mereka berdua kemudian berjalan menuju kelas, dengan Aditya yang sedikit gugup namun lebih percaya diri. Dia merasa siap menghadapi hari itu, dengan rencana yang sudah matang di kepalanya.
***
Saat mereka berjalan menuju kelas, Aaron, yang penasaran, tak bisa menahan diri untuk bertanya lebih lanjut.
Aaron: "Ngomong-ngomong, Dit... tadi kamu bilang soal plan B. Jadi, apa rencana cadanganmu kalau ngomong langsungnya nggak berjalan sesuai rencana?"
Aditya: (tersenyum sedikit ragu) "Sebenarnya... aku belum punya plan B yang jelas, sih."
Aaron: (mengangkat alis) "Serius? Jadi, kamu nekat aja nih?"
Aditya: (tertawa kecil) "Nggak juga. Tapi kalau misalnya nggak berhasil, mungkin aku bakal coba cara lain buat ngasih jaketnya. Entah titipin lewat kamu, atau... ah, aku juga nggak yakin, Ron. Yang pasti aku pengen nyelesain ini dengan cara yang paling baik."
Aaron: (mengangguk) "Hmm, masuk akal sih. Tapi kalau sampai gagal, coba pikirin lagi aja nanti. Kamu tahu, aku selalu ada buat bantuin."
Aditya: (tersenyum) "Iya, aku tahu. Makasih, Ron. Kamu memang sahabat terbaik."
Aaron: (menepuk punggung Aditya) "Santai aja, Dit. Kita bakal ngadepin ini bareng. Sekarang, fokus dulu deh buat rencana A. Kalau berhasil, nggak perlu plan B, kan?"
Aditya: (tertawa) "Benar juga. Oke, ayo kita hadapi hari ini!"
Dengan itu, mereka berdua masuk ke dalam kelas, dengan Aditya yang berusaha menyiapkan dirinya untuk menghadapi Davira dan menjalankan rencana yang sudah dia pikirkan sepanjang malam.
Saat Aditya dan Aaron terus berbicara tentang rencana mereka, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar percakapan mereka dari jauh. Orang itu adalah Rega, teman sebangku Davira. Rega dikenal sebagai anak yang sering terlibat masalah, terutama dengan anak-anak dari kelas lain. Aaron dan Aditya memang sudah lama merasa kurang nyaman dengan kehadiran Rega.
Rega mengikuti mereka dari kejauhan, mendengarkan setiap kata yang mereka ucapkan, hingga mereka tiba di depan kelas. Dengan senyum yang samar, dia berjalan pelan menuju tempatnya, seolah tidak terjadi apa-apa, namun pikirannya penuh dengan rencana untuk memanfaatkan informasi yang baru saja didengarnya.
Aaron: (berbisik kepada Aditya) "Eh, Dit... kamu sadar nggak? Kayaknya tadi ada yang ngikutin kita deh."
Aditya: (melihat sekeliling) "Serius? Siapa?"
Aaron: (menggeleng) "Nggak tahu pasti, tapi aku rasa ada yang dengar percakapan kita."
Mereka berdua memandang sekeliling, mencoba mencari siapa yang mungkin mendengar. Namun, suasana kelas sudah mulai ramai dengan siswa yang bersiap untuk pelajaran pertama.
Aditya: (mengerutkan kening) "Ah, semoga nggak ada yang tahu rencana kita. Kita harus lebih hati-hati, Ron."
Aaron: (menatap Rega yang sedang duduk di bangkunya) "Iya, aku juga harap begitu. Tapi kita tetap harus waspada, terutama sama Rega. Dia nggak bisa dipercaya."
Aditya mengangguk, merasa sedikit cemas. Meskipun begitu, dia mencoba untuk tetap tenang dan fokus pada rencana awalnya, meskipun kini ada kekhawatiran baru yang menghantui pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shades Of Grey
Randommengeksplorasi kompleksitas dan ambiguitas dalam sifat dan kepribadian diri sendiri dan teman-teman si tokoh utama. Mengisyaratkan bahwa tidak semua orang bisa dikategorikan dengan jelas sebagai 'baik' atau 'buruk', melainkan ada banyak area abu-abu...