Chapter 6

16 5 0
                                    

Ketika semua orang beranjak kembali ke kelas, Aditya merasa lega karena masalah dengan teman-temannya sudah mulai terselesaikan. Namun, di sisi lain, dia masih merasa sedih dan tidak percaya diri karena kekurangan yang dimilikinya. Kekurangan pendengaran ini membuatnya sering merasa terisolasi dan sulit berkomunikasi dengan orang lain.

Aaron, yang selalu peka terhadap perasaan sahabatnya, menyadari bahwa meskipun permintaan maaf sudah diberikan, Aditya masih belum sepenuhnya bahagia.

Aaron: "Dit, kamu baik-baik saja? Kamu terlihat sedih."

Aditya menghela napas dan menundukkan kepalanya. "Aku hanya merasa... terkadang sulit untuk menerima ini semua, Aaron. Kekurangan ini membuatku merasa berbeda dari yang lain. Aku tidak percaya diri dalam berkomunikasi, dan aku masih belum bisa menerima apa yang menimpaku."

Aaron menatap Aditya dengan penuh simpati. "Aku mengerti, Dit. Tapi ingat, kamu tidak sendirian. Aku, Bu Rina, dan teman-teman lainnya akan selalu ada untuk mendukungmu. Kekuranganmu bukanlah sesuatu yang harus kamu malu. Itu hanya bagian dari siapa kamu, dan itu membuatmu unik."

Aditya tersenyum lemah, merasa sedikit terhibur oleh kata-kata Aaron. "Terima kasih, Aaron. Aku tahu kamu selalu ada untukku."

Aaron: "Selalu, Dit. Dan ingat, kamu kuat. Kamu sudah menghadapi banyak hal dan masih bisa berdiri di sini dengan kepala tegak. Itu sudah menunjukkan betapa hebatnya kamu."

Aditya mengangguk, mencoba menyerap dukungan dari sahabatnya. Dia tahu bahwa perjalanan untuk menerima dirinya sepenuhnya masih panjang, tetapi dengan teman-teman yang peduli di sisinya, dia merasa sedikit lebih yakin bahwa suatu hari nanti dia akan mampu menerima kekurangannya dan percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Dalam hati, Aditya bertekad untuk terus berjuang dan mencari cara untuk memperbaiki dirinya, baik dalam hal akademis maupun dalam bersosialisasi. Meskipun ada saat-saat dia merasa sedih, dia tahu bahwa dengan dukungan dari orang-orang terdekat, dia bisa mengatasi segala rintangan yang ada di depannya.

***

Dan tidak terasa waktu telah hampir usai dan sekolah hampir selesai. Ketika bel berbunyi, murid-murid di kelas yang semula tenang mulai berisik kembali. Aditya merapikan bukunya saat tiba-tiba Bu Rina memanggilnya.

Bu Rina: "Aditya, bisa ke sini sebentar? Ibu ingin berbicara denganmu seperti yang sudah Ibu janjikan."

Aditya merasa gugup tetapi juga bersemangat. Dia berbalik ke arah Aaron.

Aditya: "Aaron, bisa ikut menemaniku? Kita sudah janji mau beli mainan yoyo bareng ke penjual mainan langganan kita setelah ini."

Aaron tersenyum lebar dan mengangguk. "Tentu saja, Dit. Ayo, kita temui Bu Rina dulu."

Mereka berdua berjalan menuju meja Bu Rina yang sudah menunggu. Bu Rina memberikan senyum hangat kepada mereka.

Bu Rina: "Aditya, terima kasih sudah berani menceritakan semuanya kepada Ibu. Ibu benar-benar mengapresiasi keberanianmu. Ibu ingin kamu tahu bahwa Ibu akan melakukan segala yang bisa Ibu lakukan untuk membantumu."

Aditya mengangguk pelan. "Terima kasih, Bu."

Bu Rina: "Ibu juga akan mengadakan pertemuan dengan teman-teman sekelas untuk membahas tentang pentingnya saling menghormati dan memahami satu sama lain. Selain itu, Ibu juga akan mengadakan pertemuan dengan orang tua kalian untuk mendiskusikan masalah ini lebih lanjut dan mencari solusi terbaik."

Aaron: "Bu Rina, saya juga akan selalu ada untuk membantu Aditya. Dia sahabat saya."

Bu Rina tersenyum kepada Aaron. "Terima kasih, Aaron. Dukunganmu sangat berarti bagi Aditya."

Aditya merasa lega dan terharu dengan dukungan yang diterimanya. Setelah berbicara beberapa saat lagi, Bu Rina mengizinkan mereka pergi.

Aditya: "Terima kasih sekali lagi, Bu Rina. Saya benar-benar menghargainya."

Bu Rina: "Sama-sama, Aditya. Jangan ragu untuk datang ke Ibu jika kamu membutuhkan bantuan atau hanya ingin berbicara."

Aditya dan Aaron meninggalkan ruang kelas dengan perasaan yang lebih baik. Mereka menuju ke penjual mainan langganan mereka.

Aaron: "Ayo, Dit! Waktunya beli yoyo baru!"

Aditya tersenyum lebar. "Ayo, Aaron! Aku sudah tidak sabar."

Mereka berdua berjalan ke arah penjual mainan, dengan perasaan yang lebih ringan dan penuh harapan untuk hari-hari yang lebih baik di depan. Meskipun perjalanan untuk menerima diri sendiri masih panjang, Aditya tahu bahwa dengan dukungan sahabatnya dan bantuan dari guru-guru, dia bisa menghadapinya dengan lebih percaya diri.

---




















Shades Of GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang