Chapter 13

2 1 0
                                    

Setelah selesai membersihkan perpustakaan, Aditya dan Aaron berpisah di depan sekolah. Aditya pulang ke rumah dengan perasaan lega, meskipun sedikit lelah. Saat dia masuk ke rumah, ibunya langsung menyambut di ruang tamu.

Ibu Aditya: "Aditya, kenapa pulang telat hari ini? Ada apa di sekolah?"

Aditya menaruh tasnya di sofa dan duduk. "Tadi di perpustakaan, aku dan Aaron kena hukuman karena ngemil di dalam. Jadi kami harus bantu bersih-bersih dulu sebelum pulang."

Ibu Aditya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. "Kamu ini. Sudah tahu aturannya, kenapa masih ngemil di dalam perpustakaan?"

Aditya tertawa kecil. "Iya, Bu. Lain kali aku lebih hati-hati. Tapi belajarnya seru, jadi kami nggak kerasa ngemil sambil belajar."

Ibu Aditya: "Ya sudah, yang penting kamu sudah mengakui kesalahanmu dan bertanggung jawab. Bagaimana belajarnya? Ada kesulitan?"

Aditya: "Lumayan, Bu. Kami belajar bareng Davira, jadi lebih mudah memahami materi."

Ibu Aditya: "Bagus kalau begitu. Jangan lupa istirahat dan persiapan untuk ulangan besok, ya."

Aditya mengangguk. "Iya, Bu. Aku akan belajar lagi nanti malam."

Ibu Aditya: "Baik, kalau ada yang perlu dibantu, jangan ragu untuk minta tolong."

Aditya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia merasa bersyukur memiliki ibu yang selalu mendukungnya. Hari yang panjang dan penuh pengalaman berharga akhirnya berakhir dengan tenang di rumah.

Seminggu kemudian, hari yang dinanti-nanti pun tiba. Ujian akhir semester dimulai, dan suasana sekolah terasa berbeda dari biasanya. Semua siswa tampak serius dan fokus menghadapi ujian. Aditya, Aaron, dan Davira, yang telah belajar bersama setiap hari selama seminggu terakhir, merasa siap menghadapi tantangan ini.

Aditya duduk di meja ujian dengan perasaan percaya diri yang baru. Ia teringat semua upaya yang telah mereka lakukan bersama Aaron dan Davira. Setiap sore mereka berkumpul di perpustakaan, membaca buku, mengerjakan latihan soal, dan saling membantu memahami materi yang sulit.

Aaron yang duduk di bangku sebelahnya, menoleh dan memberikan isyarat jempol ke arah Aditya. "Kita pasti bisa, Dit," bisiknya sebelum ujian dimulai.

Davira, yang duduk di depan mereka, menoleh dan tersenyum. "Semangat ya, teman-teman. Kita sudah belajar keras. Pasti hasilnya juga akan bagus."

Aditya mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih, Davira. Kita semua pasti bisa melalui ini."

Ketika ujian dimulai, mereka bertiga fokus mengerjakan soal demi soal. Meski ada beberapa soal yang sulit, Aditya merasa lebih tenang karena tahu dia tidak sendirian. Dia memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya.

Selama seminggu terakhir, selain belajar, mereka juga saling menyemangati dan mengingatkan untuk tetap beristirahat yang cukup. Hal itu membuat mereka tidak terlalu tegang menghadapi ujian.

Setelah beberapa jam, ujian pun berakhir. Aditya, Aaron, dan Davira keluar dari ruangan ujian dengan perasaan lega.

Aaron bernafas lega dan berkata, "Akhirnya selesai juga. Aku rasa kita sudah melakukan yang terbaik."

Davira menimpali, "Iya, kita sudah bekerja keras. Sekarang tinggal menunggu hasilnya."

Aditya tersenyum, "Apapun hasilnya, aku bersyukur punya kalian berdua sebagai teman. Terima kasih sudah belajar bareng dan saling mendukung."

Mereka bertiga berjalan menuju kantin untuk merayakan selesainya ujian dengan membeli es krim, menikmati momen kebersamaan dan menghilangkan rasa penat setelah ujian.

***

Beberapa hari setelah ujian teori, sebuah kesalahpahaman mulai mengganggu hubungan antara Aditya dan Davira. Di kelas, Aditya memperhatikan perubahan dalam sikap teman-temannya davira yang mulai menjauhi dan berbicara dengan nada sarkastis saat berinteraksi dengannya.

Di suatu siang saat istirahat, ketika Aditya sedang berjalan di koridor menuju kantin, dia mendengar percakapan antara teman-teman dekat Davira.

"Sebenarnya kenapa Davira selalu bersama Aditya? Apa nggak ada teman lain yang lebih cocok?" kata salah satu dari mereka.

"Sebenarnya kenapa Davira selalu bersama Aditya? Apa nggak ada teman lain yang lebih cocok?" kata salah satu dari mereka.

"Benar. Sepertinya mereka terlalu dekat," tambah yang lain dengan nada merendahkan.

Aditya yang kebetulan mendengar percakapan itu merasa terganggu dan sedih.

Aditya menemui teman-teman Davira di kantin saat istirahat siang.

Aditya: "Halo, boleh aku bicara sebentar? Aku merasa ada yang aneh belakangan ini. Apakah ada sesuatu yang salah?"

Salah satu teman Davira, Sinta, menatap Aditya dengan tatapan kurang ramah. "Oh, nggak ada apa-apa kok, Dit. Cuma... ya, kami merasa Davira harus lebih fokus ke temannya sendiri, nggak terlalu dekat sama yang lain."

Aditya terkejut mendengar jawaban itu. "Maksudmu? Aku nggak ngerti."

Teman lain, Nina, menambahkan dengan nada sarkastis, "Maksudnya, Davira kan punya banyak teman, mungkin dia nggak perlu terlalu dekat dengan yang lain, apalagi yang nggak penting."

Aditya merasa tersinggung dengan ucapan mereka. "Kenapa kalian bilang begitu? Aku pikir kita semua teman di sini."

Sinta mengangkat bahu. "Terserah kamu mau pikir apa, Dit. Tapi, kamu harus tahu batasannya."

Aditya merasa sakit hati mendengar kata-kata itu. Ia mengangguk pelan dan memutuskan untuk pergi dari sana, tidak ingin memperkeruh suasana. Perasaan kecewa dan sedih menyelimuti hatinya. Setelah itu, dia memutuskan untuk menjaga jarak dengan Davira karena dia tidak mau membuat hal buruk terjadi, baik itu Davira maupun Aaron . Saat di kelas, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Aaron dan menghindari obrolan yang terlalu akrab dengan Davira.

















Shades Of GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang