LUCANE

308 16 0
                                    

Nice to meet you, guys.

Follow akun ku juga sebelum membaca.

Untuk cerita Lucane, aku usahakan dua bulan ke depan udah beres semua karena target ceritaku yang lain belum aku revisi dan sebagainya.

Setelah beres cerita Lucane, aku masih bingung mau lanjut ke Jevacher atau Alberthioz dulu.

Kalian mau yang mana dulu??

Selamat membaca.

13

Nathan terbatuk-batuk saat perutnya kembali di tonjok. Lelaki dewasa itu berjalan sempoyongan mendekati kursi yang berada di dekat tembok dan meraih botol minum di atasnya.

Beberapa menit yang lalu, tiba-tiba ia kedatangan sosok Lucane yang memintanya untuk menjadi lawan dalam latihan. Namun siapa sangka, entah sejak kapan awalnya, namun Nathan merasa ada yang tidak beres dengan setiap gerakan Lucane.

Dan dirinya menjadi sasaran dari setiap pukulan yang di layangkan lelaki itu. “Bro– gue, gak bisa lanjut,” putusnya dengan nafas terengah-engah.

Lucane mendesis pelan, berjalan cepat menarik kerah baju Nathan untuk di bawanya kembali pada matras. Namun Louisa lebih dulu menarik tubuh Nathan untuk di jauhkan dari belakang.

“Jangan Nathan.”

Sepertinya ia telat datang hingga Nathan di jadikan objek sasaran lelaki itu. Louisa membawa tubuh Nathan ke pinggir, mendudukan nya pada bangku.

Gadis itu memanggil Willy yang berada di depan untuk memintanya membawa Nathan dari sana. “Sorry, Nat. Lo bisa balik sekarang. Willy yang antar lo,” ucapnya.

“Lou–”

It's okay. Lo bisa langsung balik juga,” ujarnya menatap Willy. “Jangan kasih tau Om Sen.” pesannya di balas anggukan langsung pria dewasa itu.

Willy memapah tubuh tak berdaya Nathan untuk keluar dari ruangan. Meninggalkan Louisa yang mulai menatap Lucane. Lelaki itu menatapnya dengan tatapan protes terhadap apa yang ia lakukan.

“Lo bisa bunuh orang, Ka.”

Gadis itu menggulung rambutnya ke atas, melepas jaket hitamnya dan menyimpannya di kursi. Lalu mengambil kain yang berada di atas nakas dan memasangnya pada kedua tangannya.

“Ayo, lawan gue sekarang.” serunya.

Lucane membuang nafasnya kasar melepas sarung tangannya ke sembarang arah dan mulai berjalan menghampiri samsak.

Louisa yang di abaikan merasa kesal. Gadis itu menarik tubuh Lucane dan membalikkannya untuk menghadapinya. Dan detik itu juga, Louisa melayangkan tinjuan mengenai rahang kiri bagian bawah lelaki itu membuat wajah Lucane tertampar ke samping.

“Siapapun yang ada di depan lo saat ini. Itu alasan lo untuk bertindak sejauh ini,” Louisa terdiam sejenak. “Dia ada di sini, di depan lo. Lakuin apapun yang mau lo –” ucapannya terpotong saat Lucane melayangkan pukulan yang langsung cepat di tangkis.

Louisa mengangguk mengatakan bahwa Lucane, benar-benar bisa melakukan apapun yang ingin lelaki itu lakukan.

Keduanya terus melayangkan pukulan satu sama lain selama hampir satu jam penuh. Dan selama itu pula, tidak ada luka apapun di tubuh keduanya. Hingga di saat lengah, Louisa menggeram kecil saat wajah nya terkena pukulan Lucane.

Sudut bibir gadis itu mengeluarkan sedikit bau amis hingga keluar darah. Louisa mengusap sudut bibirnya lalu menatap Lucane yang berhenti dengan wajah lurus.

LUCANE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang