LUCANE

303 21 3
                                    

Hai everyone.....

Siapa yang nunggu Lucane update? Sini merapat. Kali ini aku bawa chapter baru. Jangan lupa tinggalkan jejak di setiap paragraf nya.

Sebelum itu juga aku minta maaf sebesar-besarnya, karena sepertinya Lucane gak bisa selesai di Agustus ini. Nangis bangett, aku nya lagi banyak tugas dan jarang buat buka wattpad, sesekali buka kalau ada ide terus nugas lagi, terus aja gitu.

Ini aja aku bawa ide dari lima hari, TT.

Selamat membaca.

16

“Permisi Pak, ada surat untuk Bapak.”

“Saya?”

Wanita dengan setelan rapi itu tersenyum kaku. “Sebenarnya di pertujukan untuk anak Bapak, atas nama Gabriella Margareth, namun kata orang yang mengantar, paket ini di kirimkan ke Bapak.”

Yudis mengerutkan keningnya bingung, pria itu menyuruh sekretarisnya itu untuk memberikan surat itu kepadanya lalu menyuruhnya untuk keluar.

Pria itu mengernyit bingung melihat lembaran pertama dengan adanya alat pengirim. Pengadilan?

Yudis mengotak-atik handphonenya mencari nama Gabriella yang akan ia hubungi, namun tidak ada balasan apapun.

Pria itu berjalan keluar dari ruangan kantornya. “Siska, undur semua jadwal saya hari ini, saya ada urusan. Jika ada apa-apa kamu bisa hubungi saya saja.”

“Baik, Pak.”

Yudis berjalan memasuki mobilnya yang sudah ada supir pribadinya. “Pulang ke rumah.”

“Baik Pak.”

Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan kota, sesuai perintah dari sang Tuan yang meminta untuk segera mengantarnya sampai ke rumah.

Bersamaan dengan mobilnya yang baru saja memasuki pekarangan rumah, mobil pink fanta yang di pastikan milik anaknya baru saja terparkir di garasi.

“Papa? Tumben sudah pulang?”

Yudis melemparkan map di tangannya ke tubuh Gabriella yang tersentak kaget di buatnya. “Ada apa, Pa?”

“Ini apa Gabi!” teriak Yudis marah. ”Kenapa ada surat dari pengadilan untuk kamu?! Apa yang kamu lakukan?!” teriaknya tidak tertahan.

Sang supir yang berada di sana menyaksikan semuanya mulai mundur, menyisakan anak dan ayah itu berdua.

Gabriella terpaku di tempatnya, gadis itu memegang map yang di lempar Yudis kepadanya dengan keringat dingin. Mendengar nama pengadilan saja, sudah membuat Gabriella tidak bisa berkata-kata.

“Ada apa ini?”

Imelda berjalan keluar dari rumah setelah mendengar keributan dari luar. Wanita itu mendapati suami dan anaknya yang tengah bersitatap.

“Kenapa, Mas?”

“Tanya anak kamu!”

“Gabi, ada apa ini?” Imelda beralih menatap putri semata wayangnya dengan bingung. “Map apa yang kamu pegang?” tanyanya heran.

LUCANE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang