4. Sweet

944 121 27
                                    

Jennie POV

Aku berjalan keluar rumah dengan malas, rasanya ingin sekali meninggalkan pukulan pada setiap wajah semua orang yang muncul di depanku.

"Kau ingin ke mana, Jennie-ya?"

Aku mendengar suara Ayah ku. Akhir akhir ini aku merasa diawasi olehnya.

"Ke apartemen Lisa." Jawabku datar. Aku masih kesal mengingat kalau Ayah ku yang memberikan nomor pribadiku ke orang lain yang tidak aku kenali seperti Jiyong si pria tua itu.

"Nanti saja saat selesai makan malam. Unnie dan Mommy mu sudah menyiapkan makan malam untuk kita semua." Aku menghela napas.

"Aku keluar untuk makan malam bersama Lisa, jangan menahanku Dad karena kita sudah pernah membicarakan ini. Kau tidak akan menganggu hubunganku, kehidupan pribadiku termasuk tidak sembarangan memberi nomorku pada orang lain. Kau tahu betapa repotnya mengganti nomor?" Aku memutar mataku, suasana hatiku semakin memburuk karena bicara padanya.

"Apa salahnya berteman dengan Jiyong? Dia baik dan sopan, baiknya kau harus lebih dekat dengannya, Sweetheart." Aku memutar mataku lagi mendengar Ayah ku berbicara dengan manis seolah itu bukan masalah bagiku. Dia tahu aku memiliki hubungan dengan orang lain tapi dia masih berusaha membuatku dengan orang orang yang entah siapa aku tidak ingin tahu!

"Aku tidak ingin jadi anak yang kurang ajar dengan berdebat denganmu, Dad. Sebaiknya aku pergi karena Lisa sudah menunggu." Aku langsung berbalik tanpa menunggu jawaban darinya.

Mengendarai mobil dimalam hari menjadi kebiasaan ku selama berhubungan dengan Lisa. Hampir setiap hari aku berkunjung ke unitnya karena jika membawanya ke rumahku rasanya sangat tidak mungkin. Aku akan mengajaknya ketika tidak ada orang di rumah. Jika itu mengharuskan Lisa datang kerumahku, kita hanya akan berada di kamarku sepanjang hari. Tempat yang paling nyaman adalah unitnya dan tentu penthouse milikku. Di sana kami bebas melakukan apapun karena hanya ada kami berdua.

Aku memarkirkan mobilku di area parkir gedung apartemen Lisa. Aku turun dan berjalan masuk. Seperti biasa orang orang akan melihatku dan aku sedikit tidak suka dilirik orang banyak terlebih media dan paparazzi, aku ingin menampar wajah mereka karena mengambil gambar sembarangan. Tapi sekali lagi, nama keluarga yang membuatku seperti ini jadi aku harus menjaganya. Mereka semua selalu melatih kesabaranku.

Ketika pintu lift terbuka aku langsung keluar dan berlari kecil menuju pintu unit Lisa. Aku memasukkan pin yang merupakan tanggal lahirku, dan pintu unit Lisa terbuka.

"Babe?"

Aku memanggilnya karena di sini sangat gelap. Bayang bayang tentang unit ini pernah terjadi pembunuhan membuatku merinding takut. Aku menelan salivaku tapi aku harus bertemu Lisa karena hari ini kami belum bertemu.

"Lili?" Aku tidak berani maju, aku tetap berdiri di pintu menatap seluruh ruangan yang sangat gelap, gosh!

Satu satunya cahaya hanya dari kuar, aku bisa melihat bayanganku karena cahaya itu. Tiba tiba aku melihat cahaya Lilin dari arah kamar Lisa. Jantungku bergedup lebih kencang, ada orang lain di sini? Aku memastikan dengan melihat alas kaki yang ada di dekat pintu tapi tidak ada. Hanya dua sepatu yang sering ia pakai, satu sandal dan satu heels punyaku.

"Nini, Kenapa hanya berdiri di sana? Masuklah." Lisa keluar dari kamarnya dengan memegang lilin. Aku membuang napas lega.

"Kau hampir membuat jantungku keluar. Kenapa di sini sangat gelap, huh?" Akhirnya aku berani untuk masuk dan menutup pintu.

Dia mendekatiku dengan senyum yang membuat suasana hatiku menjadi lebih baik, ah dia selalu memperbaiki segalanya hanya dengan senyum itu.

Aku meletakkan mantel yang aku pakai lalu mendekatinya. Dia menarikku ke pelukannya, kami berpelukan hanya dengan pencahayaan lilin.

Under The Dark Skies of Seoul | JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang