CHAPTER 1/19: Living In Pain and Fear III.

310 35 3
                                    

Kedua kelopak mata itu perlahan terbuka, sinar mentari pagi yang menghangatkan tubuhnya, membuatnya semakin nyaman untuk kembali tertidur. Earl tak bergerak sama sekali, dia masih ingin berlama-lama menatap wajahnya yang lelah dan berantakan dari pantulan cermin full body di hadapannya saat ini.

Ketika ia hendak membenarkan posisi kakinya, ia meringis dan menangis kesakitan. Dengan kuat dia menggigit bibirnya agar suaranya tak terdengar oleh siapapun. Air mata hangat itu mengalir, mengenai pipinya sampai terasa di telinga kanannya.

Sekilas ia mulai melihat bagaimana hidupnya sebelum ia menyadari semua yang telah terjadi. Biasanya dia akan bersemangat untuk berdandan dan bertemu dengan orang-orang di panggung, dia akan dengan senang hati memamerkan kemolekan dan keindahan tubuhnya. Tapi, sekarang ia begitu tertekan, bahkan untuk melihat bayangannya sendiri dia tak sanggup.

Kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Seseorang masuk dengan langkahnya yang besar. Suara langkah itu pula berhenti tepat di belakang kepala Earl. Laki-laki yang masih menangis dalam diam itu pun menggerakkan bola matanya melihat siapapun itu lewat pantulan cermin.

Di belakangnya adalah Garnet yang berdiri berpose-pose sambil merapihkan pakaian bagusnya.

"Akhirnya, seperti setiap mimpi malamku. Aku melihatku jatuh di bawah kakiku sendiri. Bukankah itu menyenangkan?" Gumam Garnet yang masih sibuk dengan dirinya.

"Bagaimana rasanya, Earl? Oh... Aku tau, rasanya sangat nikmat kan? Jangan khawatir, kau akan merasakannya setiap waktu setelah kepergianmu."

Earl tak lagi melihat Garnet, melainkan dirinya sendiri, "Bagaimana rasanya.... Garnet.... Bagaimana rasanya saat kau membuat temanmu tersiksa...?"

"Hahah!! Kau bertanya? Rasanya sangat menyenangkan!" Ucapnya sembari menginjak kepala Earl dengan sepatunya. Tapi Earl tak bisa berbuat apa-apa karena ia cukup lelah untuk mengurusi Garnet.

"Kau itu bagai mutiara kotor yang akan selalu mengapung dan terombang-ambing di lautan karam. Kau tak akan pernah sampai dipinggir pantai, apalagi berharap bisa di pilih oleh seseorang dan di bawa pulang. Orang sepertimu itu tak perlu dan tak pantas meminta kehidupan. Kau di takdirkan untuk hidup dibawah bayang-bayang orang lain."

Setelah puas, Garnet pun keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Earl yang masih tergeletak di atas lantai. Dia hanya bisa menangis kembali, seakan ucapan Garnet menyihirnya untuk percaya, bahwa dia memang tak akan bisa merasakan bagaimana kehidupan yang nyata.

Di sisi lain, di gudang, Nick dan Jabez yang tak tidur dan terus berusaha agar bisa meraih handphone yang tergeletak agak jauh dari mereka. Dengan sekuat tenaga, Nick kembali mengarahkan kayu agak panjang dengan kedua satu kakinya yang diletak di antara jempol kaki, agar mendorong handphonenya lebih dekat dengannya.

"Dikit..... Dikit lagi...." Gumamnya.

Akhirnya, handphone itu bergerak maju mendekati Nick. Dengan cepat, Jabes yang hanya diborgol satu tangan pun mengambil handphone Nick.

"Hubungi Wilson... Segera..."

Tapi, ketika Jabez hendak mengetik nomor di keypad, mereka berdua mendengar suara kunci pintu terbuka. Cepat-cepat Jabez  menyembunyikan handphone itu di balik sebuah kotak besi di sampingnya.

Begitu pintu terbuka, mereka melihat Garnet yang ada di sana. Garnet pula menutup pintu itu dan melenggang mendekati Nick.

"Aku yakin kau yang bernama Tuan Nikolai Adonov, orang yang selalu Earl sebut."

Nick pun bingung hingga mengerutkan keningnya, "Earl? Siapa Earl?"

"Jangan bodoh, Tuan. Atau memang semua orang kaya hanya butuh anus untuk bersenang-senang?"

The Belly Dancer is Sexier Than My Money (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang