CH 9

72 14 0
                                    

Minho dan Felix duduk berdampingan di halte bus, menunggu angkutan umum itu datang. Felix yang sudah menyamar sedemikian rupa, dengan mengenakan masker, kaca mata hitam, syal tinggi-tinggi dan baju tertutup rapat duduk dengan resah. Menunggu adalah hal yang paling tidak ia sukai. 

Minho sesekali melirik ke arah jam tangannya, harusnya bus berikutnya sampai dalam 5 menit lagi. 

"masih berapa lama lagi Hyung?" tanya Felix

"kurasa 5 menit lagi"

Felix menghembuskan nafas beratnya, syukurlah tak perlu waktu yang lama.

"kalau kau khawatir akan ada paparazi, kita bisa batalkan jalan-jalannya Felix-ssi" 

Felix menoleh, di balik kaca mata hitamnya, kedua mata Felix berbinar, "apakah kau mau menghabiskan waktu denganku di kamar?" 

"bukan itu maksudku, ah sudahlah.." Minho malas untuk memperpanjang urusan

Felix memanyunkan bibirnya sebal, walaupun takkan bisa terlihat oleh Minho, tapi laki-laki itu tau Felix sedang merajuk.

"kita akan kemana? kau tau kan bus daerah ini tidak menjangkau pusat kota, tidak ada destinasi yang menarik di daerah sini, apalagi salon langgananmu itu belum membuka cabangnya di sini"

"apa yang akan kau lakukan kalau sedang libur?" Felix berbalik bertanya

"aku akan ke rumah sa--ah maksudku di rumah saja istirahat" Minho buru-buru meralatnya.

Felix membuka kaca mata hitamnya, mendekatkan wajahnya ke arah Minho yang salah tingkah, berusaha menelisik ada sesuatu yang Minho tutup-tutupi.

"hmm.. aku sepertinya mendengar sesuatu.. apa ya?" Felix berusaha mengejar Minho yang sibuk memalingkan wajahnya sembarang arah, yang penting tidak bertatapan dengan Felix

"apa yang Hyung bilang tadi? Rumah sakit? siapa yang sakit?" Felix mencoba bertanya, ingin melihat apakah Minho mau jujur padanya.

"kerabatku di rawat di sana" Minho menjawab pelan, sepenuhnya tidak ingin berbohong tapi juga ia rasa tidak perlu jujur kepada Felix.

"oohh.. karena itulah kau sangat membutuhkan uang? untuk biaya kerabatmu itu Hyung?" 

Minho kaget, "da-darimana kau tahu Felix-ssi? ah.. lupakan, aku saja yang lupa kalau kau adalah artis terkenal, apapun bisa kau dapatkan, termasuk informasi pribadiku" Minho setengah jengkel menjawab pertanyaannya sendiri.

"ah itu busnya datang Hyung" Felix segera memakai kembali kacamatanya, menarik tangan Minho untuk segera berdiri dan tergesa masuk dalam bus. Mengambil kursi panjang di belakang, Felix membuka masker dan kaca matanya kembali, menghirup udara segar dalam-dalam. Beruntunglah bus tidak sedang banyak penumpang, hanya ada beberapa orang pun sibuk dengan buku atau tidur.

Minho mengamati Felix yang kini sibuk dengan ponselnya, "apa yang kau cari Felix-ssi?" 

Felix mengalihkan atensinya dari layar ponsel, "kau tidak tahu akan pergi kemana kan Hyung? jadi kita kerumah sakit nenekmu saja. Rumah sakitnya dilewati bus ini" Felix menunjukkan layar ponselnya, terpampang rute perjalanan bus yang mereka tumpangi saat ini. 

Minho hendak protes, namun ia urungkan. Akan sia-sia juga membantah manusia kecil satu ini. Lagipula sebenarnya ia merindukan neneknya, dan kebetulan hari ini ada waktu yang tepat, walaupun ia akan datang dengan orang yang tidak tepat.

.

Minho menganggukkan kepalanya, memberikan salam saat beberapa perawat rumah sakit menyapanya. Langkah kakinya tergesa menuju ruang rawat VIP diikuti Felix yang kepayahan mengejar, hingga tak sadar tubuhnya menabrak tubuh Minho yang mendadak menghentikan langkahnya. Reflek Minho menangkap tubuh Felix yang hampir limbung ke belakang.

"kenapa kau berhenti mendadak Minho Hyung??" protes Felix

"sstt.. ini rumah sakit, kecilkan suaramu" Minho menekan bibir Felix dengan telunjuknya, Felix mengangguk.

"kau tunggulah di sini Felix-ssi, aku akan memeriksa apakah nenek sedang tidur atau tidak" 

"oke" Felix mengangguk lagi, mengambil tempat di kursi tunggu di depan kamar rawat sementara Minho masuk.

Minho rasa tak sampai 5 menit ia meninggalkan Felix di luar, namun batang hidung laki-laki itu menghilang dari pandangannya. 

"kemana dia?" Minho menoleh kanan-kiri, mencari keberadaan Felix. Baru saja ia akan memanggil Felix untuk masuk setelah neneknya memaksa ingin bertemu teman Minho, ya begitulah yang Minho bilang. Teman? Bahkan Minho saja sebenarnya tak mau berteman dengan Felix, terlalu berbahaya.

"Hyung!" 

MInho menoleh cepat kebelakang, setelah beberapa meter kakinya menyusuri lorong rumah sakit, begitu mendengar sapaan dari suara berat yang entah kenapa sudah familiar di telinganya. 

Felix melambaikan tangannya canggung saat Minho berjalan cepat kearahnya. Ia rasa ia akan kena marah kali ini.

"sudah kubilang tunggu aku Felix-ssi? kenapa tidak kau turuti?" Minho mengepalkan kedua tangannya, menahan gejolak hatinya yang belum reda dari cemas dan khawatir.

"a-aku hanya ke toilet Hyung" 

Minho mengusap wajahnya frustasi, "aku kira kau lari karena ada paparazi atau kau tersesat" 

Minho menatap Felix yang sepertinya sedikit ketakutan karena bentakan tak sengajanya, "nenek ingin bertemu denganmu" 

"benarkah??" Felix berbinar mendengarnya

Minho mengangguk, tak ia sadari tangannya menggenggam tangan Felix erat, menariknya halus kembali menuju kamar inap neneknya.

Felix tersenyum kecil menatap jemarinya yang digenggam erat Minho, membayangkan tangan itu yang kelak akan mengungkung dan membelainya. Ingat Felix, ini rumah sakit, tak sepantasnya pikiran kotormu muncul.


TBC

Heaven [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang