CH 14

67 16 0
                                    

Minho menendangi kaleng soda yang tak berdosa itu berkali-kali, menimbulkan bunyi yang cukup nyaring dan menarik perhatian pejalan kaki yang lain, tapi Minho tak perduli. Pikirannya sedang kalut, entah karena apa Minho tak tahu. Sebenarnya hanya tak mau mengakuinya saja. Selama syuting hari ini suasana hatinya hancur berantakan. Beberapa kali Minho melakukan kesalahan, misal salah membawa properti baju, menumpahkan minuman hingga berserakan di lantai ruang tunggu dan beberapa kesalahan lain yang membuat rekan kru yang lain terheran-heran. 

Ditambah saat ia harus memantau scene Felix dan Hyunjin, karena dirinya bertanggung jawab atas pakaian dan perlengkapan milik Felix. Mau tak mau kedua matanya harus terkena polusi pemandangan memuakkan itu. Minho berusaha untuk mengabaikan, namun Felix dengan segala pesonanya, benar-benar tak membiarkan Minho mengalihkan pandangannya barang sedetik pun. Apapun yang Felix lakukan sudah menjadi sebuah tontonan yang begitu membuat candu Minho.

"sial!" Minho menendang keras kaleng soda itu untuk terakhir kalinya. Mengusap wajahnya kasar dengan kedua telapak tangannya yang dingin. Minho jadi tersadar, sarung tangannya tertinggal. Menghela nafas kasar untuk beberapa kali, kemudian memantapkan langkah kakinya masuk ke gedung rumah sakit. Hari ini Minho rindu neneknya.

"Minho? Cucuku sayang.."

Minho tersenyum kecil begitu melihat neneknya  yang sedang duduk di ranjang sambil memakan buah potong. Saat masuk matanya langsung tersadar ada beberapa barang tak lazim di kamar neneknya. 

"siapa yang memberikan ini semua Nek?" tanya Minho menunjuk sebuah keranjang besar buah-buahan segar, beberapa bucket bunga, dan sebuah alat diffuser ruangan.

"teman manismu itu Minho, siapa namanya nenek masih belum hafal.." Nenek Minho berusaha mengingat-ingat namanya

Minho mengambil salah satu bucket bunga yang ada di dekatnya dan membaca kartu ucapan yang digantung di sana

"Lee Felix?" 

"nah iya, Felix-ssi yang mengirimkan, sayangnya ia tak bisa datang ke sini, padahal nenek merindukannya"

"nenek baru bertemu dengannya sekali" 

"iya nenek tahu, apakah karena kalian punya marga yang sama sehingga nenek merasa langsung menyayanginya sama seperti nenek menyayangimu, Minho" balas Nenek sambil mengusap lembut pipi kiri cucu kesayangannya itu.

Tak berapa lama dokter yang merawat nenek Minho mengetuk pintu dan masuk. Melihat Minho yang sudah datang, dokter tersenyum

"Minho, saya sudah menyiapkan resep untuk obat-obatan selama 6 bulan ke depan, jadi tak perlu khawatir, semoga kondisi nenek semakin membaik dan bisa segera rawat jalan" 

Minho menatap dokter itu dengan sejuta pertanyaan di kepalanya, ia bingung dengan penjelasan dokter. 

"Minho, terima kasih telah bekerja keras untukku, maafkan nenek selalu merepotkanmu, pengobatan nenek pasti sangat mahal, apakah kau kelelahan bekerja?" pertanyaan neneknya menyela kebingungan Minho. Sambil menggenggam kedua tangan keriput neneknya, Minho tersenyum sembari menggeleng. 

"yang terpenting nenek lekas sehat, aku rindu rumah lama kita" balas Minho berusaha menenangkan neneknya.

.

.

Minho dengan tergesa mengejar dokter yang sudah berjalan sampai ke ujung koridor rumah sakit. Kepalanya terlalu penuh pertanyaan, ia tak tahan untuk tidak bertanya.

"Dok, aku belum membayar hingga separuh biaya pengobatan nenek, ba-bagaimana bisa?" Minho langsung bertanya tanpa memperdulikan dokter itu sedang terburu-buru untuk melanjutkan visit pasiennya.

"Minho, semua biaya pengobatan dan biaya rawat inap nenekmu sudah lunas. Silahkan bertanya di bagian keuangan jika kau ingin tahu" jawab dokter itu sembari bergegas meninggalkan Minho yang mematung di tengah koridor.

Tak butuh waktu lama Minho segera berlari menuju lift untuk pergi ke lantai dasar rumah sakit, terburu-buru memasuki ruangan keuangan yang sudah seperti ruangan pribadinya karena terlalu sering ia mengunjungi kepala keuangan di rumah sakit itu, sekedar memohon penundaan tagihan rumah sakit. Minho sudah sangat dikenal luar dalam oleh sebagian besar karyawan di sana.

"astaga Minho, ketuklah pintu dulu sebelum masuk" 

Kepala keuangan rumah sakit itu terkejut saat pintu ruangannya dibuka tiba-tiba oleh Minho.

"Seungmin-ssi, apakah benar biaya rumah sakit nenekku sudah lunas?" Minho tak menggubris protes Seungmin sebelumnya.

"Sebentar biarkan aku cek dahulu" Seungmin segera menginput nama nenek Minho dalam komputernya, Minho menunggu dengan cemas.

"duduklah dulu Minho"

Minho menurut, ia juga baru sadar nafasnya sudah nyaris habis karena terlalu tergesa-gesa tadi

"benar, semua biaya rumah sakit, termasuk obat-obatan baru yang dokter sarankan, lalu biaya rawat inap dan beberapa tunggakan sudah lunas. Dan satu lagi, termasuk juga biaya asuransi untuk nenek sudah tersedia. Kedepan kau tak perlu khawatir jika ada kepentingan mendadak terkait kesehatan nenek, semua akan dicover asuransi ini"

Minho tercengang, "ta-tapi siapa yang membayar?"

"di sini tertera tanda tangan Tuan Lee Felix, apa kau mengenalnya?"

Minho mengangguk pelan lantas beranjak meninggalkan ruangan Seungmin tanpa mengucapkan sepatah kata, meskipun Seungmin memanggil namanya berkali-kali.

Minho terduduk lemas di bangku taman rumah sakit. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Felix membayar semua biaya neneknya? Untuk apa dia melakukan hal ini? Bahkan mereka saja baru saling mengenal beberapa waktu belakangan ini? Dan kapan Felix membayar seluruh administrasi itu? Minho terbelalak kaget saat ingatannya mundur beberapa hari yang lalu, apakah saat dirinya mengajak Felix untuk mengunjungi neneknya pertama kali? Ketika Felix tiba-tiba hilang di saat Minho memintanya untuk menunggu?

Minho segera beranjak berdiri, setelah mengirimkan pesan kepada dokter yang merawat neneknya, meminta untuk menjaga dan memberikan kabar jika ada berita apapun. Minho kembali berlari keluar rumah sakit, ia harus mendapatkan penjelasan dari yang bersangkutan.


TBC

Heaven [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang