Sejak shift siangnya dimulai, wajah tertekuk Minho tak luntur. Jisung jadi khawatir kalau-kalau pelanggan coffe shopnya menjadi lari melihat tampang tidak ramah Minho dalam memberikan pelayanan. Tidak bisa dibiarkan, pikir Jisung.
"Kalau kau sedang badmood, lebih baik pulang cepat saja daripada..."
Seketika Jisung memutuskan sendiri kalimatnya. Tolehan dan tatapan mata tak suka Minho menciutkan niat baiknya.
"Ya sudah, awas kalau banyak pelanggan yang kabur karena melihat wajah premanmu" Jisung memutuskan untuk kembali ke dapur, hari ini coffe shopnya lumayan ramai.
Minho menghela nafas lemah, apa iya wajahnya begitu ketara jika sedang berburuk hati? Bagaimana tidak hatinya buruk, pagi tadi ia melihat berita keberangkatan Felix dengan cupang hasil karyanya. Ia sempat senang, Felix benar-benar menepati untuk tidak menutupinya. Tapi kenapa jadi semua orang mengira Hyunjin yang melakukannya?? Padahal itu hasil karyanya!
"Arggh!" Minho meremat ponselnya yang sedari tadi masih menampilkan berita mengenai Felix dan Hyunjin. Sebuah kebetulan sekali mereka berangkat berdua ke bandara. Apakah karena ada Hyunjin di sana, Felix menolak ia antar?
"Ayo kendalikan dirimu Minho bodoh! Dimana akal sehatmu hah? Siapa dirimu ini jika dibanding Hyunjin? Siapa dirimu ini bagi Felix? Dasar otak bodoh. Pantas orang bilang cinta membuat idiot!" Minho merapalkan isi hatinya, membuat beberapa orang pengunjung yang duduk di sekitar meja kasirnya menoleh, heran mendengar kasir coffe shopnya uring-uringan sendiri.
Sudah setengah haripun, Felix belum membalas pesannya. Minho yakin seharusnya ia sudah sampai di kota tujuan. Berusaha berfikir postitif, Felix sedang beristirahat, atau mungkin langsung sibuk dalam kegiatan promo filmnya.
.
.
.
Sesampainya di kota tujuan road show promo filmnya, Felix di jemput oleh tim promosi yang bertugas untuk segera diantarkan ke hotel tempatnya menginap sebelum fans melacak keberadaannya. Felix hanya menurut, kali ini berpisah mobil dengan Hyunjin. Ia bisa bernafas dengan lega, mengaktifkan ponselnya kemudian membaca cepat pesan dari Minho, balasan pesannya tadi pagi. Felix tersenyum, menempelkan benda pipih itu ke telinga kirinya, menunggu nada sambung hingga ke 7 kali, tidak ada jawaban dari Minho. Akhirnya Felix memutuskan untuk menutup sambungan telfonnya, meskipun dengan pertanyaan yang masih menggantung di pikirannya, apakah Minho sedang sibuk?
Tak berapa lama mobil yang ditumpanginya sampai ke hotel, disusul dengan mobil yang ditumpangi Hyunjin dan beberapa rekan aktor lain yang terlibat dalam proyek film ini. Felix menyapa mereka, berusaha menunjukkan keakraban dengan sedikit beramah tamah di lobi hotel.
"Lixie, ini kartu kamarmu"
Felix menoleh tak sadar Hyunjin sudah berada di belakangnya, menyodorkan sebuah kartu akses.
"kamar kita bersebelahan, di lantai 9" sambung Hyunjin lagi. Felix hanya mengangguk.
"kita diberi waktu 2 jam untuk beristirahat dan berbenah sebelum acara promo filmnya dimulai"
"oke" akhirnya Felix bersuara. Segera menarik koper hitamnya ke arah lift disusul Hyunjin yang tergesa di belakang. Mereka berdualah yang memang mendahului rekan-rekan aktor yang lain untuk segera langsung menuju ke kamar, setelah mendapatkan persetujuan dari produser tentu saja.
"oke, sampai bertemu 2 jam lagi, Lixie" Hyunjin menepuk pundak kiri Felix dengan lembut sebelum dirinya menghilang di balik pintu kamarnya. Sementara Felix masih berdiri di depan pintu kamar hotel miliknya, pikirannya sepersekian detik merencanakan untuk menelfon kembali Minho setelah dirinya berbenah. Dengan satu kali tap pada gagang pintu, terbukalah akses menuju kamar miliknya. Merebahkan tubuh lelah lalu kemudian memejamkan sebentar mata kantuknya, Felix berusaha mengatur nafas dan moodnya hari ini. Ia harus tetap dalam suasana hati yang baik, mengingat ini baru hari pertamanya untuk kegiatan promo, masih ada enam hari lagi sebelum dirinya bertemu kembali dengan Minho.
"haah.. Hyung.. aku merindukanmu.." Felix bergumam masih dengan posisi semula. Tersenyum kecil mendapati dirinya seperti kembali jatuh cinta pada orang yang baru. Rasanya sudah hampir 3 tahun dirinya tidak pernah merasakan jatuh cinta lagi. Semua hubungan yang jalani kemarin dengan beberapa orang murni hanya untuk kepuasannya semata, tidak ada cinta, hanya ketertarikan.
Felix mendudukkan dirinya di ranjang, mengamati seluruh sudut kamar hotelnya. Cukup bagus untuk hotel bintang 5. Kedua matanya menatap heran satu pintu di sudut ruangan, bukan pintu kamar mandi, bukan pula pintu keluar masuk. Dengan perlahan Felix bangkit dari tempat tidur dan berjalan mendekati pintu itu. Ragu ia putar gagang pintunya, tidak terkunci. Menghela nafas panjang, berusaha menghilangkan pikiran buruknya, berdoa semoga apa yang ia pikirkan saat ini tidak menjadi kenyataan. Satu tarikan mantap, pintu itu Felix buka.
"oh.. hai Lixie..."
Tidak, dugaannya benar. Connecting room ke kamar Hyunjin.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Heaven [HIATUS]
Romansa"Jika kau ingin merasakan surga tanpa harus mati, datanglah pada Felix" Minho dan Hyunjin sepakat akan hal itu Warning : pendek tiap Chapternya, alur cerita lambat