Story 9: All we do is kiss

2.5K 129 5
                                    

content warning: making out

---

Asza

"Pacaran beneran?" Ashilla tampak terkejut saat aku memberitahunya bahwa dua hari yang lalu aku akhirnya membuat komitmen dengan Agas.

Kami resmi berpacaran sekarang.

Aku mengangguk sambil tertawa kecil. "Iya, beneran."

"Damn. Nggak nyangka secepat itu. Gue pikir lo bakal denial lama banget," katanya sambil menyesap hot chocolate-nya.

Aku tertawa lagi. "Gue juga mikir bakal lama buat gue beresin isi kepala gue dulu," kataku. "Tapi akhirnya gue mau coba dulu, sesuai yang Agas bilang. Sekalian gue coba cari tahu perasaan gue yang sebenarnya gimana."

"Sebenernya lo tuh juga sayang sama dia, Za. Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen!" kata Ashilla sambil mengangkat kedua tangannya membentuk angka sembilan. "Cuma... mungkin karena lo nggak pernah ngomong sayang atau sadar kalau lo sayang sama orang, makanya lo bingung. Tapi sebenernya ya lo cinta, lo sayang ke Agas."

Aku hanya mengangkat bahu. "Maybe. Tapi yaaa... nggak apa-apa sih. Kayaknya emang lebih cepet gue bakal paham sama perasaan gue, kalo gue sering-sering sama Agas, nggak sih? Kalo gue jauh-jauhan terus sama dia, mana bisa gue mahamin perasaan gue ke dia?"

"Ya iya. Tapi misal nih, lo kepaksa karena Agas yang minta, dan ternyata lo malah nyakitin Agas karena mungkin ekspektasi dia ke lo gede, ya lo harus hati-hati. Lo setir tuh ekspektasi Agas ke lo," Ashilla mengingatkanku.

"Iya sih. Gue emang harus sering-sering ingetin Agas soal itu. Tapi menurut gue, Agas tuh udah paham sama gue, dan kayaknya dia nggak berekspektasi yang gimana-gimana."

Agas itu sangat mengenalku, dia tahu bahwa mungkin status kami yang sekarang berubah menjadi pacaran ini akan menjadi beban buatku. Dia tahu bahwa sebisa mungkin dia tidak akan membuat ekspektasi yang terlalu tinggi kepadaku. Karena pada akhirnya, ini seperti masa percobaan seperti bekerja. Di sini sebenarnya yang paham akan perasaannya hanya Agas, sedangkan aku masih di ambang iya dan tidak.

"Ya, semoga bahagia deh lo, Za. Lo mau ngomong ke nyokap lo gimana?" tanya Ashilla dengan rasa ingin tahu. Dia tahu bahwa mama sering mengatur blind date untukku beberapa kali karena aku tidak pernah membawa pacar ke rumah.

Aku terdiam sejenak, memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menjelaskan situasi ini kepada mama. "Belum tahu, nanti gue coba obrolin sama Agas dulu. Soalnya nyokap gue juga minta gue buat ketemu si Ajji lagi," kataku akhirnya. Mama sangat antusias ketika aku bilang bahwa aku kenal Ajji sejak di bangku kuliah. Dia merasa bahwa Ajji adalah jodoh yang tepat untukku dan mungkin aku harus mencoba menjalin hubungan dengannya.

Namun, kenyataannya berbeda. Ajji bukanlah pacarku. Saat ini, pacarku adalah Agas. Dan mungkin, aku harus segera memberi tahu mama agar dia berhenti mengatur blind date untukku dengan lelaki lain.

Agas

"Agas—"

Kata-kata Asza terhenti ketika gue dengan cepat menariknya masuk ke dalam mobil. Sekarang dia duduk di pangkuan gue, begitu dekat dan terasa begitu nyata. Gue segera membenamkan bibir gue pada bibirnya, mencumbunya dengan penuh gairah. Hanya satu hari tanpa bertemu dengannya sudah cukup membuat gue merindukannya dengan begitu mendalam. Mungkin ini karena status kami yang kini resmi berpacaran, atau mungkin juga karena gue yang emang sangean. Tapi yang pasti, gue sangat ingin merasakan bibirnya di seluruh tubuh gue, mencium setiap inci dari dirinya.

The Infinity Between Us | Byeon Wooseok & Kim HyeyoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang