Suasana di rumah duka itu kental dengan kesedihan yang menghujam hingga ke relung hati. Ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya redup dari lampu-lampu kecil seakan menutup rapat setiap cahaya kehidupan, menyisakan kesedihan yang menyesakkan.
Di tengah-tengah ruang yang penuh dengan duka, Asza duduk terpaku, air matanya tak kunjung berhenti mengalir. Sudah tiga hari lamanya, matanya yang dulunya cerah kini penuh dengan kesedihan yang mendalam.
"Za," terdengar suara laki-laki paruh baya yang berat, menggetarkan udara di sekelilingnya.
Agas, yang duduk di samping Asza, langsung mendongak. Dia mengenali pria itu sebagai ayah Asza. Agas mengingat pria tersebut dari pertemuan singkat saat masa sekolah menengah atas dulu. Saat itu, Agas pernah bertemu dengannya, dan sejak saat itu, Agas belum pernah lagi bertemu dengan pria itu—sampai hari ini.
Asza, sepertinya sudah mengenali suara yang memanggilnya tanpa harus menoleh atau mengangkat kepalanya. Ia tetap bersandar di bahu Agas, seolah dunia di sekelilingnya mengabur dan menjadi tidak berarti. Air matanya masih mengalir, membasahi bahu Agas.
"Agas, ya? Kamu Agas, teman Asza waktu SMA dulu?" tanya ayah Asza.
Agas mengangguk pelan. Matanya kemudian melirik ke arah Asza, yang tetap diam, tidak menggubris kehadiran ayahnya. Kemudian, pandangannya beralih ke depan lagi, ayah Asza datang bersama istri barunya. Di belakang mereka, ada seorang anak kecil yang memandang ke arah Agas dengan rasa ingin tahunya yang polos.
"Om, langsung saja ke dalam. Tante Ina sudah ada di dalam. Maaf, Agas nggak bisa nemenin karena harus jagain Asza di sini," kata Agas sambil membenarkan posisi Asza dalam pelukannya, berusaha memberikan kenyamanan.
Ayah Asza menatap Asza dengan tatapan yang penuh keputusasaan, seolah mencoba menembus dinding kesedihan yang menghalangi hubungan mereka. Ia membuka mulut, hendak mengucapkan sesuatu, namun kata-kata itu seolah tercekat di tenggorokannya. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia melanjutkan langkahnya ke dalam, diikuti oleh istri dan anaknya.
"Orang tua sendiri malah dicuekin," gumam istri barunya dengan nada kesal, cukup keras untuk didengar Agas.
Agas, yang merasakan kesedihan mendalam atas ucapan wanita itu, merasa kemarahan membakar di dalam dadanya. Dia berusaha untuk berdiri, ingin memberi tahu wanita itu agar tidak bersikap kasar di tengah-tengah suasana pemakaman mantan istri suaminya.
Namun, saat dia hendak berdiri, tangannya ditarik lembut oleh Asza.
"Biarin aja, Gas. Lo disini aja sama gue," suara Asza sangat lemah, hampir tak terdengar di antara bisik-bisik kesedihan yang mengisi ruangan.
Agas merasa hatinya hancur melihat keputusasaan dalam suara Asza. Ia menyadari bahwa menemani Asza adalah prioritas utamanya sekarang. Meskipun dia ingin membalas komentar wanita itu, Agas memilih untuk tetap di sisi Asza, merangkulnya dengan lembut, memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan di hari yang kelam ini.
—
Suara Agas bergema di sudut tangga darurat. Dia sedang berbicara melalui telepon, mendengar suara Atrey dari ujung sana yang menanyakan tentang pekerjaan yang seharusnya dikerjakan Agas. Namun, situasi saat ini jauh dari normal. Agas terpaksa mengambil cuti mendadak karena ibu Asza baru saja meninggal dunia. Keputusan untuk cuti ini bukanlah hal yang mudah—supervisornya hampir tidak mengizinkannya dan hanya menyetujui cuti dengan syarat ketat. Agas harus berjanji untuk standby dengan laptop dan hanya diberikan dua hari untuk cuti, sebuah pengaturan yang sangat terbatas mengingat situasi darurat yang dihadapinya.
Agas merasakan kepalanya berdenyut akibat kelelahan yang mendalam, dan dia memijat dahinya dengan lembut, berusaha mengusir rasa lelah yang menggelayuti dirinya. Setiap nafas terasa berat, dan dia berharap segala hal buruk yang menimpanya segera berhenti. "Sorry ya Trey. Kirim aja filenya ke email gue, nanti gue kerjain pas udah balik," ucap Agas dengan suara yang tampak kehabisan tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Infinity Between Us | Byeon Wooseok & Kim Hyeyoon
Fanfiction(21+) A fanfiction of Byeon Woo Seok and Kim Hye Yoon (lovely runner) Dalam pelukan waktu yang melingkupi dua sahabat masa kecil, Agas dan Asza, kisah cinta yang rumit dan memikat bermekaran. Saat mereka memasuki usia 30-an, Asza masih mencari pasan...