Agas
Sudah seminggu penuh berlalu sejak Asza hilang tanpa jejak. Bener-bener kayak ditelan bumi, nggak ada kabar, nggak ada pesan, literally dia menghilang begitu saja.
Gue udah tiga kali bolak-balik Jakarta-Bandung, berharap menemukan petunjuk di mana dia berada. Gue bahkan sengaja menghabiskan waktu berjam-jam di kafe miliknya, berharap dia bakal muncul di sana seperti biasa.
Tapi nihil.
Nggak ada tanda-tanda Asza sama sekali.
Karyawan kafe juga nggak tahu kemana dia pergi. Mereka bilang kalau Asza masih sering kirim email ke perusahaan, ngasih arahan tentang apa yang perlu dibenahi di kafe. Dia juga selalu minta laporan keuangan dikirim ke emailnya, dan gaji karyawan tetap dibayar tepat waktu, seperti biasa.
Seolah-olah semuanya normal, tapi jelas ada yang nggak beres.
Pikiran gue bercampur aduk antara bingung dan panik. Ini pertama kalinya Asza bersikap kayak gini. Biasanya, apapun masalahnya, dia selalu cari gue duluan buat curhat atau minta saran. Tapi kali ini, dia lenyap begitu saja tanpa jejak.
Gue sekarang lagi berdiri di depan kafe, ngerasa buntu. Gue udah nyoba hampir semua cara buat nemuin dia. Setiap hari gue datengin rumah abu nyokapnya, tapi hasilnya nihil, dia nggak ada di sana juga.
Semua tempat yang biasanya dia kunjungi udah gue datengin, tapi nggak ada juga.
"Lo kemana sih, Za?"
Gue ngomong ke diri sendiri sambil ngerasain frustrasi yang makin memuncak. Rambut gue udah berantakan gara-gara gue acak-acak sendiri saking stresnya. Gue bener-bener nggak tahu harus gimana lagi.
Sebenarnya, ada satu tempat lagi yang pengen gue datengin—rumah bokapnya.
Mungkin aja dia sempat mampir ke sana. Tapi gue males banget kalau harus ketemu nyokap tirinya yang kayak nenek lampir itu. Gue udah cukup stres tanpa harus berurusan sama dia. Tapi kalau ini satu-satunya cara buat nemuin Asza, apa gue harus relain rasa nggak nyaman ini dan tetap datengin rumah itu?
Gue tarik napas panjang, mencoba nenangin diri. Gue tahu gue nggak bisa terus-terusan kayak gini. Gue harus bertindak, harus nemuin Asza, bagaimanapun caranya. Tapi buat sekarang, gue cuma bisa berdiri di sini, di depan kafe yang terasa kosong tanpa kehadiran dia, berharap ada keajaiban yang bakal kasih gue petunjuk ke mana dia pergi.
Pada akhirnya, gue harus bertindak, harus mencoba mendatangi semua tempat yang mungkin Asza kunjungi. Walaupun gue nggak yakin, tapi nggak ada pilihan lain selain mencoba.
Gue tarik nafas dalam-dalam, ngerasain jantung gue berdetak lebih cepat dari biasanya. Gue melangkah pelan ke arah mobil, kepala gue masih penuh dengan berbagai pikiran tentang Asza
Apa dia baik-baik aja? Kenapa dia nggak ngabarin gue sama sekali?
Gue masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan pelan-pelan mulai mengarahkan mobil menuju rumah bokapnya.
Mobil melaju pelan.
Jalanan menuju rumah itu terasa lebih panjang dari biasanya. Gue bener-bener berharap ini bukan perjalanan yang sia-sia.
────୨ৎ────
Agas
Gue mengetuk pintu rumah bercat putih itu sekali lagi, berharap kali ini ada yang membukakan.
Rumah ini bukan tempat yang sering gue datangi, mungkin cuma lima kali seumur hidup gue. Itu pun kebanyakan karena gue nemenin Asza, yang jelas-jelas nggak mau datang sendirian untuk ketemu keluarga baru bokapnya. Gue masih ingat gimana waktu itu dia merasa canggung banget, dan gue nggak tega ninggalin dia sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Infinity Between Us | Byeon Wooseok & Kim Hyeyoon
Fanfiction(21+) A fanfiction of Byeon Woo Seok and Kim Hye Yoon (lovely runner) Dalam pelukan waktu yang melingkupi dua sahabat masa kecil, Agas dan Asza, kisah cinta yang rumit dan memikat bermekaran. Saat mereka memasuki usia 30-an, Asza masih mencari pasan...