17. Dahan yang patah

19 3 0
                                    

     Halo, apa kabar kalian?? Semoga selalu baik ya.

     Maaf baru update. Draft cerita ini sebagian aku tulis di laptop dan sekarang laptop ku eror, tapi untung masih ingat poin bab ini.

     Semoga kalian gak bosan tunggu cerita ini.

     Ramein vote dan komen biar aku bisa cepet up.

     Happy reading!!
     
     ******

     Pagi ini suasana langit yang kelabu menyambut ku. Membuat ku mengeratkan blazer ketika angin dingin berhembus. Matahari belum begitu menampakkan sinarnya, membuat sisa-sisa salju yang masih membekas di beberapa bagian.

      Pagi ini, sesuai arahan mam Elen, kami belajar dikebun belakang sekolah. Mencari beberapa tanaman untuk kemudian diteliti. Beberapa siswa yang mendengarnya sempat protes karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya, terlebih cuaca pagi yang masih diselimuti salju tipis. Namun karena biologi itu ingin suasana belajar yang berbeda dari biasanya, yang lain akhirnya setuju. Toh, kami hanya perlu memakai booth anti licin lengkap dengan stocking tebal agar kaki tetap hangat.

       "Tanaman apa yang akan kita teliti?" Tanya ku pada Leah, masih melangkah pelan sambil mengetukkan pulpen di dagu lantaran bingung akan meneliti tanaman apa.  Ah ya satu lagi, beruntung kami diminta berkelompok dalam penelitian kecil ini. Dan aku masuk dalam kelompok dua yang anggotanya sama seperti praktik membedah katak minggu lalu, kalian masih ingat, bukan?

        "Entahlah, yang menarik di mata ku hanya bunga-bunga ini."

        Kalimat itu membuat ku menghentikan langkah kemudian menoleh. Aku menghela nafas kala melihat gadis itu berdiri satu setengah meter dibelakang ku memandang bunga-bunga yang tergantung di pot. "Leah, please." Ku tatap gadis itu dengan pandangan serius. Aku ingin penelitian kecil ini cepat selesai agar bisa kembali ke kelas.

      "Sorry." Dia malah cenge-ngesan sambil nyengir.

       "Bran, sudah menemukan tanaman?" Aku beralih pada teman kelompok ku yang satu lagi. Ia berdiri saru meter didepan ku memandang deretan tanaman obat.

        Tanpa melihat ku, ia menjawab dengan intonasi datarnya, "no."

       Aku menghela nafas. Baiklah, penelitian sederhana ini tidak akan secepat yang ku bayangkan.

       *****

       Salah satu teman ku mimisan karena tidak sanggup berada dicuaca dingin terlalu lama, membuat kami kembali ke kelas bersama tanaman masing-masing yang siap dijadikan bahan penelitian. Dan, disinilah aku sekarang. Berdiri dibalik meja lab dalam balutan jas putih khas laboratorium lengkap dengan sepasang lidah buaya yang sudah dikupas sedikit kulitnya.

       Karena setiap kelompok harus meneliti tanaman yang berbeda, kelompok ku memilih tumbuhan yang masuk dalam keluarga dedaunnan berdaging dengan lendir ini. Lagi pula, lidah buaya adalah salah satu tumbuhan langkah di Swiss karena aslinya, tanaman ini tumbuh di iklim tropis. Tentu saja dengan bantuan budidaya, tanaman ini bisa tumbuh subur  meskipun diiklim dingin.

       "Bagaimana, apa hasilnya?" Aku menoleh pada Leah yang masih mengamati gel lidah buaya yang telah diteteskan sedikit pada kaca preparat yang telah terjepit dibawah lensa mikroskop.

        Ia mengangkat pandangan dari lensa kecil itu, " hanya gelembung yang bentuknya segi lima dan gelembung-gelembung kecil karena kandungan mineralnya." Jawab Leah.

       "Bran, kau sudah tulis hasilnya?" Aku beralih pada Brandon karena dia yang bagian mencatat hasil penelitian.

        "Sudah."

Unwanted StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang