Hai!
I'm back!
Gimana kabar kalian, semoga selalu baik ya.Jangan lupa ramein komennya
Thankyou and
*Happy reading*
*****
Setiap orang pasti akan senang jika ada yang berkunjung kerumahnya, terlebih ketika weekend, saat semua orang berada dirumah menepi sejenak dari rutinitas kerja.
Kalian masih ingat bukan ketika Alan memberi tahu ku jika ingin berkunjung awal pekan depan. Aku tentu senang, namun sedikit diluar ekspetasi jika lelaki itu sudah mengetuk pintu rumah ku ketika matahari belum menampakkan sinar. Masih terbilang gelap pun dengan salju tipis menutup tepi jalan. Dan alasannya sangat sederhana, ia tidak ingin tiba terlalu siang agar bisa segera kembali sebelum sore menyapa.
"Rumah yang nyaman." Komentar lelaki itu ketika ku tuntun menuju ruang keluarga. Apakah ayah dan ibu tahu jika dia datang? Tentu saja. Alan adalah teman kecil ku yang sudah lumayan lama tidak bertemu maka ia sudah dekat dengan orang tua ku juga.
"Kemana uncle dan aunty?" Lelaki itu bertanya setelah mendaratkan tubuhnya disofa.
Jika hari libur berlaku bagi mereka yang bekerja diinstansi pemerintah, maka tidak selalu dengan kedua orang tua ku. Ibu yang sebagai dokter bedah harus siap sedia kapan pun dibutuhkan begitu pun dengan pekerjaan ayah sebagai seorang arkeolog yang terus melakukan penelitian jika menemukan peninggalan-peninggalan kuno.
"Mereka ada tugas dinas." Aku ikut duduk disebelahnya. Beruntungngnya ibu sudah menyiapkan banyak snack juga makanan didapur jika aku atau Alan ingin membuat hidangan lain.
Dan kalian tebak apakah Alan membawa buah tangan dari Lauterbrunnen? Tentu. Seperti permintaan ku lewat chat tempo lalu, lelaki itu membawakan satu karton kerupuk susu lengkap dengan yougurt dan susu botolan.
"Bagaimana kabar uncle dan aunty juga restoran mu?" Giliran aku yang bertanya sambil membuka satu bungkus kerupuk susu.
Lelaki bermata bulat dalam balutan jaket denim itu mengangguk pelan sambil menggosokkan kedua telapak tangannya, "mereka baik-baik saja, restoran pun begitu. Ramai pengunjung setiap harinya." Ia tersenyum mengatakannya.
"Sound's good," aku pun ikut mengangguk, "apa tidak repot jika kau meninggalkan resto dalam keadaan ramai?" Pertanyaan itu spontan muncul. Membayangkan restoran sepi dan kedua orang tua Alan kewalahan menanganinya pasti cukup merepotkan.
Lelaki itu tertawa, "mereka punya banyak pegawai, Zey. Don't worry."
Aku bahkan lupa dengan satu fakta itu. Restoran sederhana yang masih satu tanah dengan perkebunan sapi juga toko souvenir, jelas orang tua Alan memiliki banyak tenaga untuk membantu.
"Mau makan sesuatu?" Sebagai tuan rumah yang baik, aku menawarinya. Meskipun di meja sudah tersedia macam-macam cemilan tapi siapa tahu saja Alan ingin makan yang lain.
Lelaki itu mengikuti ku ke dapur, "kau punya makanan apa?" Ia duduk di kursi mini bar, membuka tutup toples kukis dan mengambilnya satu.
"Hmm..." aku mengetuk dagu pelan, "ada daging sapi, selada, roti gandum, susu cair, cokelat, spagethi dan beberapa buah." Ku sebut semua bahan yang ada dikulkas. Sepertinya ibu memang belum sempat belanja mingguan makanya kulkas jadi sepi seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted Story
De Todo"Bran, y-you..." Seandainya hari itu Zeyra tidak sengaja mendapati teman barunya mengoyak leher seekor rusa, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. ***** Kejadian menjijikkan yang Zeyra lihat hari itu adalah awal dari perubahan...