.
.
.
.
.Sejarah banyak mengisah tentang seutas rela, ketika Laura Versfelt harus merelakan Walter untuk berjuang dalam perang dunia 2, atau Hades yang merelakan Persephone kembali ke Olympus karna tak ada restu dari sang dewi dunia
Ada yang kembali, ada yang tidak, namun yang paling mengiris hati adalah kisah Alkione yang merelakan Keiks mengarungi lautan lebar, untuk kemudian kembali sebagai mayat beku yang terdampar.
Rion tak tau apakah kisahnya akan berakhir seindah Laura, atau mungkin setragis Alkione. Namun satu hal yang pasti, Walter maupun Keiks adalah dua pria yang hebat, begitu hebat bahkan hingga dunia menulis garis takdirnya sebagai sosok yang dibutuhkan. Sebagai sosok ditaruhnya segudang harapan bagi semua yang tengah rentan.
Maka kini kala kaki jenjangnya melangkah menuju kediaman sang pangeran, susah payah langkah yang tak seberapa itu hingga akhirnya berdiri dihadapan pintu putih gading, lantas memasuki ruangan bernuansa monocrom yang elegan,
Lihatlah lelaki gagah itu tengah berdiri sambil mengancingkan kemejanya, dengan rambut basahnya yang masih berantakan.
"Kak"
Kemudian rahang tegasnya mendongkak dengan seutas senyum yang selalu sama.
"Udah siap ini, tinggal pake jas"
Yatuhan, betapa tampan pangeran itu dengan seragam kasualnya..
"Beres sarapan sisirin rambut kakak ya"
Sang putri akan sangat beruntung memilikinya..
"Ayo"
Lantas ketika tubuh tegap itu mulai maju menghapirinya, si putra mahkota membangun tembok untuk memutus jarak.
"Aku mau ngomong"
Hening.
Mudah saja untuk menebak apa yang akan alpha manis ini utarakan.
"Jangan bahas yang kemaren"
Sebenarnya peringatan itu sudah cukup tegas.
"Dengerin aku--"
"Rion! Kakak gamau berantem lagi--"
"Kakak bener"
Namun terkadang.. sesuatu memang membutuhkan manipulasi,
Meski dalamnya hinggap sakit yang tak mampu dipungkiri.
"Aku, aku udah gak nyaman sama kakak"
Rion bisa melihat tak ada lagi senyum dimulut dingin itu, sekuat mungkin ia ikat kalimatnya agar tak berantakan ucapnya.
"Kakak gak salah, ini semua karna aku, aku ngerasa semuanya udah beda, aku ngerasa hampa sama kakak"
Lihat betapa tajamnya pisau yang dimiliki werewolf manis ini, mengikis jauh lebih dalam dari dwisula Hades.
"Maksudnya--"
"Ini gaada hubungannya sama kak Esme yang datang ke rumah"
Luka itu bahkan terasa hingga relung Rion, kala manik legam yang selalu ia banggakan kini jauh lebih gelap.
"Kamu bercanda kan?"
"Aku jujur kak"
"Enggak, kamu--"
"Ini yang aku rasain"
"Rion!"
"Letheus!"
Hening.
"Please, dengerin aku dulu"
Meski setajam apapun pisau itu akan terlihat bergetar jika digenggam oleh tangan yang rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORA 2 [ bxb | pondphuwin | END ]
Fanfiction𝑫𝒊𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒎𝒃𝒖𝒕 𝒂𝒔𝒌𝒂𝒓𝒂 𝒉𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒂𝒌 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒂 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒏𝒂𝒏𝒅𝒊𝒌𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒊𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒈𝒊, 𝒌𝒖 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒉𝒂 �...