.
.
.
.Entah sudah berapa lama sigma itu berjalan tanpa arah, sendirian dirinya terluntang lantung dalam hutan melewati pohon pohon menjulang, entah sebanyak apa juga air mata yang mengalir membuat manik ungu itu gelap menyedihkan,
Tak ada tujuan sejak sang direktur mengusirnya membuat Esme tak henti mengutuk dirinya sendiri, mengamuk ditengah hutan berteriak marah akan ketentuan hidupnya yang sungguh menjijikan, lantas kala amukan itu bertemu lelah Esme menyadari bahwa alurnya memang tergaris untuk selalu sendiri.
Lelah akan usahanya yang sia sia, sekuat apapun pheromonenya masuk untuk mengendalikan, Esme seharusnya tau, jika serigala adalah makhluk yang setia maka jenis terkuatnya akan menjunjung kata setia itu lebih diatas apapun, Esme seharusnya tau, kala innerwolf dalam tubuh Letheus kerap memberi tegur menunjukan bahwa ikatan mate milik sang enigma begitu kokoh temboknya.
Esme seharusnya tau, dan menyerah sejak awal,
Esme seharusnya tau, dan memilih mati mengikuti titah para tetuanya.
Maka kini dengan sisa sisa tenaga ia menelusuri gagahnya rimba, berkomunikasi dengan alam selama mungkin hingga esok hari mungkin tubuhnya telah membangkai diatas dahan tumbang.
"aaauuuuuuu!!!!!!!!"
Namun seketika suara tak asing membuat gadis putus asa itu mendongkak
"aaaauuuuu!!!!!!"
Begitu khas suaranya juga irama yang tercipta pada alunannya, Esme lebih dari mampu untuk menerjemahkan lolongan rogue itu.
"aaaauuuuuu!!!!!"
Seseorang sedang dalam bahaya.
.
.
.________
.
.
.Liarnya aura belantara kalah menyeramkan oleh seorang dominan yang kini berdiri kaku masih dengan jas kasual, lantas tatapan setajam samurai itu dihunus pada satu sutradara dihadapannya.
"Kenapa berani bawa Rion?"
Lebih dingin ucapan itu dari sudut antartika sekalipun, menusuk tepat membekukan seluruh nadi.
"m..maaf-"
"Lupa Rion itu siapa? Ato gimana?"
"t..tidak tuan"
"TERUS KENAPA?!"
"Le!"
Letheus menghela nafas kasar, Mahen mengcengkram bahunya, pria itu sejak tadi berdiri dibelakang menjaga jika si enigma lepas kendali,
"Sekarang mana?"
Dua kata horor yang sejak tadi Martin berharap tidak keluar dari mulut ketuanya
Hening karna si sutradara masih berkutat menyusun kalimat di otaknya, namun yang memberi pertanyaan disana jelas tak mau menunggu.
"Martin?!"
Panggilan tegas kembali terdengar.
Mungkin otot ototnya telah menghilang karna kini tubuh si sutradara itu lemas luar biasa.
"Rion dimana sekarang?!"
Suaranya meninggi menunjukan ia akan jauh lebih sangar jika pertanyaan itu kembali diulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORA 2 [ bxb | pondphuwin | END ]
Fanfic𝑫𝒊𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒎𝒃𝒖𝒕 𝒂𝒔𝒌𝒂𝒓𝒂 𝒉𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒂𝒌 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒂 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒏𝒂𝒏𝒅𝒊𝒌𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒊𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒈𝒊, 𝒌𝒖 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒉𝒂 �...