Zeya Amira adalah nama yang di berikan tante Nita kepadanya—begitu oma bilang, jadi Zeya percaya saja, mana tahu dia namanya berasal dari mana, dia masih bayi saat itu.
Kalau sudah mengerti, tidak mau dia nama seperti itu, dia akan pilih nama yang keren, yang pelafalannya saja susah.
Karna menurut Zeya, tante Nita kurang kreatif dalam memberikan sebuah nama, bisa-bisanya tante memberinya nama berawal huruf ‘Z’.
Tante Nita nggak pernah tahu bahwa di sekolah Zeya berada dalam daftar terakhir di list absensi, menyedihkan sekali.
Jadi Zeya selama ini begitu tangguh menjalani hari-hari di sekolah sambil menunggu namanya di panggil pada nomor terakhir ketika ada praktek tertentu di sekolah.
Jangan pernah tanyakan di mana orang tua Zeya. Karena dia adalah seorang anak dengan status yatim piatu. Hanya oma dan tante Nita yang dia punya.
Sejak kecil Zeya tidak punya gambaran apapun tentang mama papanya.
Kata oma, orang tuanya telah tiada semenjak dia masih bayi.
Jadi wajar saja kalau Zeya tidak memiliki ingatan apapun tentang orang tuanya.
Ketika Zeya bertanya pada oma, apa yang menyebabkan orang tuanya meninggal, oma tidak pernah memberikan jawaban—kadang oma hanya diam saja, bahkan tante Nita juga begitu.
Dengan begitu Zeya mengambil kesimpulan sendiri bahwa, oma atau tante Nita masih berduka atas kepergian orang tuanya—mungkin saja begitu.
Pagi itu meja makan berisi Zeya, oma, tante Nita, dan si kecil Brandon.
“Ayo dong makan , mama buru-buru nih Brandon!” Kata Nita pada sang putra yang sedari tadi tidak mau makan.
“Aku berangkat ya oma, tante.” Kata Zeya pamit untuk berangkat ke sekolah.
“Hati-hati.” Kata oma singkat, sambil mengambil alih menyuapi Brandon, karena tante Nita harus berangkat kerja.
“Iya oma.” Sahut Zeya sembari mengambil tas dari kursi dan menyampirkan ke bahunya.
●●●●
Keluarga Zeya memang tampak sederhana tapi memiliki segalanya. Buktinya Zeya di antar ke sekolah dengan mobil, lengkap dengan supirnya.
“Pak nanti jangan di jemput ya, aku ada tugas kelompok.” Kata Zeya pada Pak Ali.
“Iya non.” Pak Ali mengiyakan perintah cucu majikannya ini.
Zeya datang tepat waktu ke sekolahnya yang elit itu.
“Haii Zey!” Panggil seorang siswa yang langsung berjalan bersama Zeya menuju kelas—itu adalah sahabat Zeya, Kiya namanya.
Ternyata Kiya tidak sendiri, setelah itu di susun seorang siswa lainnya, itu adalah Amna—mereka bertiga memang sahabatan sejak masuk sekolah.
“Tumben nggak terlambat.” Zeya mengatakan sambil terheran-heran, biasanya Amba baru datang setelah pelajaran pertama di mulai.
“Soalnya hari ini aku di jemput ayang.” Kata Amna nyengir lebar-lebar, hingga Zeya khawatir gigi Amna ak lama-lama.
“Ayang palanya, dia bareng gue zey,mana ada cowok yang mau sama dia.” Kiya menoyor kepala Amna, kesal sekali, Amna tidak menghargai dirinya yang sudah menjemput, di pagi buta pula.
“Heh jangan ngeremehin ya, aku ini memikat ya?” Amna mengibaskan rambutnya sambil tersenyum menggoda.
“Wah penggoda dong.” Zeya malah meledak sambil terbahak.
“Zeyy, kok ikut ikutan Kiya sih!”Amna malah merajuk, tapi siapa yang peduli, kedua sahabatnya malah meninggalkannya di koridor, karena sebentar lagi jam pelajaran akan di mulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEYA
Teen FictionApa yang kamu tahu tentang seorang Zeya? Jelas saja tidak tahu apa-apa. Bukan hanya orang asing di luar sana yang tidak mengenal Zeya. Bahkan Zeya sendiri tidak kenal dirinya sendiri. Zeya bahkan tidak tahu orang tuanya siapa. Zeya seperti asing bag...