Pagi senin, Zeya dan oma sarapan, Brandon juga sedang makan serealnya, minus tante Nita karena masih di luar kota.
“Kemarin ada yang nyariin oma.” Kata Zeya.
"Siapa?" Tanya oma.
"Nggak tahu. Belum pernah liat om itu. Katanya perlu oma." Zeya memang belum pernah melihat orang asing itu dan dia hanya menyampaikan apa yang di amanahkan oleh om itu padanya.
"Lain kali nggak usah di openin kalau nggak kenal, lagian kayaknya nggak ada yang mau ketemuan sama oma, kalau ada pasti udah di kabarin Dewi." Kata Oma, sambil membawa nama asistennya yang biasanya di hubungi bila berhubungan dengan pekerjaan.
"Tante kapan pulang, oma?" Tanya Zeya. Zeya sebenarnya kasihan pada Brandon yang lebih sering bersama oma di banding dengan tante Nita. Oma sudah seperti ibu untuk Brandon, mungkin begitu juga yang Zeya rasakan, ketiadaan orang tuanya— membuat Zeya di perlakukan seperti anak sendiri oleh oma. Sedang tante Nita lebih dekat sebagai seorang kakak bagi Zeya—begitu dekatnya mereka. Bahkan dulu sebelum menikah tante Nita kemana-mana pasti membawa Zeya.
"Oma, Zeya pergi sekolah dulu ya." Kata Zeya setelah menghabiskan sarapannya. Tidak lupa Zeya mencium tangan oma, tanda kesopanan yang sudah diajarkan pada Zeya sejak masih kecil.
"Iya hati-hati. Belajar yang rajin." Kata oma lembut.
"Siap oma." Zeya memberi gestur seperti hormat, malah membuat Brandon tertawa.
"See you Yaya, jangan lupa permen yang banyak." Kata Brandon, permen adalah sesuatu yang istimewa untuknya akhir-akhir ini.
"Nggak boleh, nanti sakit gigi loh." Oma peringatan pada sang cucu.
"Yaya pergi yaa." Pamit Zeya sambil melambaikan tangan pada Brandon.
Zeya sampai di sekolah tepat waktu, dia langsung menuju ruang kelas, karena sebentar lagi upacara bendera akan di mulai.
Sementara itu, Zeya belum melihat penampakan ke dua sohibnya—Kiya dan Amna.
Zeya mencium bau terlambat pada ke dua anak itu. Biasanya mereka akan berlomba dengan waktu dan datang saat detik menuju upacara di mulai.
"Eh katanya hari ini ada anak baru ya." Berita pagi mulai tersebar, Zeya mendengar pembicaraan teman sekelasnya.
"Dia akan masuk ke kelas kita nggak ketua?" Tanya salah satu murid.
"Mana gue tahu, nanti juga ketahuan sendiri, sekarang menuju lapangan upacara, cepetan!!" Kata Ketua kelas sambil mengusir semua siswa dari ruang kelas termasuk Zeya.
Zeya berjalan menuju lapangan upacara. Hari ini lumayan panas sepertinya, karena masih pagi saja matahari sudah bersinar cerah sekali.
Entah kenapa hari senin selalu cerah, ini masih menjadi misteri hingga saat ini.
Barisan upacara pun di luruskan oleh Ketua kelas, di sana pada pintu gerbang sekolah, Zeya melihat Amna dan Kiya berlarian menuju lapangan upacara. Benarkan mereka akan datang saat detik-detik menuju upacara di mulai.
Tiga puluh menit lebih, akhirnya upacara itu selesai.
Pasti setelah ini Amna akan membawakan story telling, cerita tentang keterlambatannya hari ini.
"Nanti kalo gue jadi kepala dinas, gue bakal buat libur hari senin buat murid-muridnya." Kata Amna di depan kelas, dan balas di soraki oleh teman sekelasnya.
"Jangankan jadi kepala dinas, jadi guru aja, gue ogah jadi murid Lo." Kata El, rival Amna di kelas.
"Lagian siapa sih yang mau jadi kepala dinas, aku tuh mau jadi miss Indonesia tahu." Kata Amna percaya diri. Sedangkan Kiya malah menyorakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEYA
Teen FictionApa yang kamu tahu tentang seorang Zeya? Jelas saja tidak tahu apa-apa. Bukan hanya orang asing di luar sana yang tidak mengenal Zeya. Bahkan Zeya sendiri tidak kenal dirinya sendiri. Zeya bahkan tidak tahu orang tuanya siapa. Zeya seperti asing bag...