18. Berat rasanya

0 0 0
                                    

"Oma nggak tidur?" Tanya Zeya lagi di sela isakan oma yang kini sudah mereda. Zeya melihat jam yang sudah berada di sepertiga malam.

"Oma nggak bisa tidur." Kata oma, matanya entah kenapa rasanya enggan menutup.

"Nanti oma sakit." Tambah Zeya, supaya oma lekas istirahat.

"Oma minta maaf ya, nggak pernah cerita tentang orang tua mu." Kata oma dalam sekali.

"Nggak apa-apa. Zeya tahu, oma pasti berat selama ini." Zeya dengan legowo mengikhlaskan semua yang telah berlalu, seharusnya dia bersyukur karena oma telah merawatnya dengan sangat baik.

"Sekarang oma mau cerita!" Kata oma sembari menghapus sisa-sisa air mata dengan mengusap wajah.

"Kalau oma nggak siap, lebih baik tidak jangan." Kata Zeya.

"Oma siap." Oma menatap Zeya, ini sudah saatnya Zeya tahu.

"Dulu oma yang menjodohkan Aleya dan Zafran." Kata oma.

"Zafran itu memang anak yang baik. Dia dari keluarga terhormat, di usianya yang masih muda dia sudah mampu memegang perusahaan orang tuanya, dan terbukti hingga sekarang, perusahaan itu makin jaya." Kata oma tersenyum sekilas, mengingat bagaimana Zafran dulu.

"Dulu Zafran begitu sempurna di mata oma." Tambah oma lagi.

"Kami sebagai anak orang tua sudah setuju dengan perjodohan ini. Zafran
dan Aleya juga demikian. Perjodohan itu pun berlanjut ke pernikahan." Oma seperti mengenang kembali kisah itu.

"Awalnya semuanya baik-baik saja."

"Tapi dua bulan pernikahan mereka semua itu di mulai."

"Aleya terus di teror dengan berbagai ancaman oleh musuh Zafran, sehingga dia tidak berani keluar rumah." Oma sedih mengingat anak perempuannya demikian menderita, tak sesuai perkiraan awal beliau yang menyangka Aleya akan bahagia berada di tangan Zafran.

"Bahkan zafran mendatangkan psikolog khusus untuk Aleya."

"Untuk sesaat berhasil. Namun Aleya masih tidak berani keluar rumah tanpa di kawal."

"Hingga kemudian kakak kamu lahir, teror itu datang lagi."

"Lagi-lagi mama kamu butuh psikolog."

"Oma tahu aleya sangat tertekan dengan semua itu."

"Oma bahkan meminta Zafran untuk menceraikan Aleya."

"Zafran tidak mau, dia mencintai Aleya."

"Oma melihat itu di matanya."

"Maka oma pun membiarkan mereka bersama sambil berharap semoga mereka baik-baik saja."

"Musuh Zafran itu sangat beringas. "

"Orang tua Zafran, mati di tangan musuhnya, setahun kemudian."

"Saat itu oma baru tahu, Zafran itu bukan hanya pengusaha tapi mafia."

"Dia punya bisnis gelap, dan tentu saja perusahaan itu hanya di gunakan sebagai kedok untuk menutup usaha gelapnya." Mata oma tampak tidak senang saat menceritakan itu.

"Oma memang salah sedari awal telah menikahkan Aleya dengan Zafran."

"Seharusnya oma selidiki Zafran lebih dalam lagi, oma hanya terpusat pada materi saat itu, sehingga tidak pernah terpikir ke sana." Kata oma menyesal.

Zeya yang baru mengetahui bahwa papanya adalah seorang mafia, sedikit tercekat, dia tidak menyangka.

Papanya terdengar menakutkan sekarang, tidak seindah yang dia harapkan.

Hingga pagi hari saat sarapan, Zeya tidak menemukan oma di meja makan.

"Oma lagi nggak enak badan, udah tante antar ke kamar kok sarapannya." Kata tante Nita ketika Zeya bertanya.

Sebelum berangkat ke sekolah Zeya memilih ke kamar oma.

"Oma, Zeya berangkat dulu ya, oma cepat sembuh." Kata Zeya menyalami tangan oma yang terasa hangat.

"Iya, hati-hati." Kata oma tersenyum.

"Oma minta maaf ya, baru cerita semalam, padahal kamu berhak tahu."  Kata oma, berharap Zeya memaafkan.

"Omaa nggak pernah salah, Seharusnya Zeya yang berterima kasih, karna oma udah rawat Zeya sedari kecil." Kata Zeya sambil memeluk oma.

ZEYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang