“Aku. Aku sedikit urgent Mi.” Geo sedikit gugup tampaknya, seperti sudah membuat sebuah kesalahan besar.
“Urgent kenapa, kaki kamu kok pincang begitu?” Perempuan itu seperti menyadari cara berjalan Geo yang tidak seperti biasanya.
“Tadi jatuh Mi Nggak sengaja." Lirih Geo tidak berani menatap perempuan di depannya itu.
“Jangan bilang kamu main bola lagi, sini Mami obati. Nakal banget jadi anak!" Perempuan itu ternyata Mami Geo, beliau tampak kesal dengan sikap Geo, yang tidak hati-hati.
"Bibiii! Tolong ambil kotak obat sebentar!!!" Sepertinya Mami Geo, memang hobi teriak deh.
"Ini siapa? Temen-temen kamu?" Kemudian atensi Mami Geo teralihkan ke arah Zeya, Kiya dan Amna yang masih berdiri di sana, belum berani duduk tanpa di suruh.
"Iya mi." Kata Geo, sopan sekali.
"Ohh, ayo duduk, jangan malu-malu, anggap saja seperti rumah sendiri." Nah sekarang baru mereka berani duduk karena sudah du persilahkan oleh tuan rumah.
Dan sikap mami Geo yang humble sepertinya mudah untuk di ajak globrol nih.
"Baik tante." Kata Zeya, mewakili.
"Jangan panggil tante, berasa tua banget, Mami aja, biar samaan kayak Nata." Beliau sepertinya menolak tua, buktinya outfit yang beliau kenakan bisa di katakan trendy seperti muda mudi saja.
"Ini nyonya kotak obatnya." Bibi datang dengan terpogoh-pogoh, membawa sekotak obat.
"Makasih ya bi." Ucap Mami bersahaja.
"Iya nya." Bibi mengiyakan.
"Oh iya bi, sama ambilin teman-teman Nata cemilan ya!” Mami kembali memberi titah pada sang ART.
“Nona-nona geulis ini mau minum apa?" Tanya Bibi.
"Air putih saja buk." Zeya kembali mewakili kedua sohibnya itu yang tiba-tiba kalem semenjak Maminya Geo muncul.
Alasan Zeya tidak memanggil Bibi, karena dia hanya tamu di sini, maka sepantasnya dalam konteks kesopanan dia memilih memanggil ibuk saja.
"Kok gitu sih, kamu gemesh tahu nggak, ambil yang biasa aja ya bi!" Kata Mami tidak menerima bantahan sepertinya, maka Zeya kembali diam.
"Tidak boleh air putih, kalian udah capek-capek nganterin Nata pulang." Mami memberi tahu alasan, mengapa beliau menolak permintaan Zeya.
"Iya Nya." Sahut Bibi, kembali melipir ke dapur.
"Kok bisa sih Kamu gini terus
Lain kali nggak usah olahraga yang berat-berat dulu, kaki kamu masih rawan." Mami mengembalikan atensinya pada Geo, yang sekarang sudah beliau berikan kain kasa, entahlah Zeya dan para sohibnya kurang paham, karena mereka bukan anak PMR—jadinya mereka hanya melihat saja.Tiba-tiba dering telepon dari ponsel di ruangan itu, Mami Nata memutuskan dering telepon itu, yang ternyata milik beliau.
“Iya, baik, urgent sekali ya?”
"Oke saya ke sana sekarang." Kata Mami pada orang di seberang telepon. Kemudian beliau membereskan kotak obat.
"Nata, baik-baik di rumah sama teman-teman, Mami tinggal dulu ya, urgent soalnya! Kata Mami buru-buru Kemudian beranjak dari sofa itu, sepertinya mau berangkat.
"Iya Mi." Kata Geo mengangguk tanda mengerti.
"By semua Mami pergi ya!!" Kata Mami riang, padahal tadi serius saat bicara di telepon.
"Hati-hati di jalan Mami." Kata Zeya, lagi-lagi mewakili.
"Aaa, kamu gemesh sekali
kapan-kapan ke sini lagi ya, kalo Mami nggak full jadwal." Kata Mami, masih sempat juga menjawil pipi Zeya, padahal katanya tadi urgent.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEYA
Teen FictionApa yang kamu tahu tentang seorang Zeya? Jelas saja tidak tahu apa-apa. Bukan hanya orang asing di luar sana yang tidak mengenal Zeya. Bahkan Zeya sendiri tidak kenal dirinya sendiri. Zeya bahkan tidak tahu orang tuanya siapa. Zeya seperti asing bag...