Menjalani hari-hari seperti biasa tanpa rintangan apapun adalah sebuah hal yang luar biasa.
Dan itu patut membuat Zeya bersyukur, karena ini adalah hal yang didambakan oleh setiap orang.
Bahkan Zeya tidak mau lagi membebani otaknya dengan segala overthingking yang berlebihan itu. Yaitu tentang orang tuanya yang seharusnya Zeya tidak perlu tahu, seperti yang oma katakan padanya sejak kecil.
Ternyata sakit sekali ya, mengetahui sebuah kebenaran yang tidak sesuai harapan kita.
Zeya sudah melupakan semua itu, karena sudah cukup menjadi memori yang tidak perlu diingat terlalu dalam.
Zeya akan berusaha untuk membangkitkan kembali jiwanya yang dulu begitu tenang, tidak seperti sekarang, trauma.
Zeya sadar bahwa mamanya bukan tidak menerimanya, tapi lagi-lagi karena trauma masa lalu yang terlalu dalam itu.
Hingga psikis mama sedikit demi sedikit terkikis dan tidak mengingatnya lagi.
Walau Zeya sudah tidak berkecil hati karena hal itu, karena dia terus berusaha untuk menerima semua itu.
Zeya merasa dia cukup mempunyai Oma saja.
Zeya tidak lagi berharap apapun seperti anak perempuan lainnya di luar sana yang begitu dekat dan ayahnya.
Zeya sadar dirinya tidak perlu sams seperti orang lain, kadang berbeda lebih menyenangkan.
Dan dia harus menerima perbedaan itu dengan hati yang lapang. Tidak boleh bersedih hati, mungkin ini adalah cara Tuhan membuatnya jauh dari bahaya musuh-musuh papanya—yang bisa membunuh dalam sekejap.
Dia tidak ingin merasakan hal itu lagi seumur hidupnya, sudah cukup kali itu.
Kecuali papa mau meninggalkan dunianya yang penuh dengan musuh itu.
Barulah saat itu Zeya mau kembali bersama papa. Dan Zeya terus berdoa untuk itu. Betapa bergidiknya Zeya membayangkan papa seumur hidupnya terus berurusan dengan musuh-musuhnya itu.
Tak terkecuali Geo pun sering mengajaknya bertemu, tapi dia sudah tidak peduli lagi, sudah cukup.
Kini dia tahu siapa dirinya dia tidak butuh orang lain, untuk memvalidasi atau menunjukkan entitas dirinya.
Zeya tetap dirinya dalam kehidupannya sekarang, dengan oma yang menjadi support sistemnya—semoga oma panjang umur dan sehat selalu.
Mencari arti hidup, Zeya sudah melewati fase itu, dan sekarang tahu bahwa kita tidak boleh terlalu berharap dan ber-ekspektasi terlalu tinggi.
Yang perlu kita lakukan adalah merubah diri dan melakukan kebaikan kebaikan supaya tuhan memberikan apa yang kita inginkan.
Walaupun apa yang Zeya inginkan tidak sesuai dan Tuhan memberikan Zeya kesempatan untuk bertemu dengan orang tuanya.
Kendati pun Zeya tidak ingin bertemu dengan mereka lagi, cukup Zeya tahu bahwa orang tuanya masih ada—semoga mereka baik-baik saja di mana pun berada.
Pada akhirnya ketika di tanya guru BK, Zeya ingin kuliah dimana.
Zeya menjawab bahwa dia ingin kuliah jurusan psikologi.
Sebenarnya Zeya memiliki alasan tersendiri mengapa dia memilih psikologi.
Salah satunya karena mama.
Zeya juga ingin mengembangkan jiwa sosialnya yang sekarang sedang down banget.
Jadi inilah Zeya calon mahasiswa psikologis tahun ini.Semoga dia bisa mendamaikan jiwa-jiwa yang kacau.
Sebenarnya kita datang ke psikolog itu bukan karena bermasalah, tapi untuk mencegah masalah dalam jiwa itu datang.
SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEYA
Teen FictionApa yang kamu tahu tentang seorang Zeya? Jelas saja tidak tahu apa-apa. Bukan hanya orang asing di luar sana yang tidak mengenal Zeya. Bahkan Zeya sendiri tidak kenal dirinya sendiri. Zeya bahkan tidak tahu orang tuanya siapa. Zeya seperti asing bag...